Dermawan


DERMAWAN
Oleh : Ismail A Said (Presdir Dompet Dhuafa)

Dermawan. Kata ini begitu familiar di telinga. Namun, apakah kita tahu arti yang sesungguhnya? Lantas, siapa yang pantas menyandang gelar ini? Abul Qasim Al Junaidi bin Muhammad Al-Khazzaz An-Nahawand mendefinisikan dermawan sebagai orang yang memberi sebelum diminta. Pendapat senada dikemukakan Hasan bin Ali bin Abi Tahlib. Menurutnya, orang yang mengeluarkan hartanya karena diminita tidak termasuk orang bermurah hati (dermawan).

Dengan demikian, dermawan berarti orang yang suka berderma, beramal, atau bersedekah secara ikhlas. Mereka memanfaatkan dan membelanjakan harta yang telah dikaruniai oleh Allah SAW pada jalan yang benar dan serasi dengan perintah-Nya.

Semestinya kita tidak perlu diperintah atau diketuk dulu pintu rumahnya supaya berderma. Inisiatif dan kesadaran memberi justru harus muncul dari lubuk hati yang paling dalam. Bila disuruh terkesan memaksa dan tidak ikhlas, yang muaranya timbul sikap riya’ dan takabur. Apalagi kalau sampai dipublikasikan ke pulbik. Naudzubillah min dzalik !
            Sifat dermawan ini termasuk perilaku mulia yang menjadi ciri khas akhlak para nabi. Nabi Muhammad SAW adalah manusia paling pemurah. Dalam diri beliau tidak pernah sedikitpun terbesit rasa takut akan jatuh miskin atau kekurangan harta lantaran hartanya diberikan kepada orang lain.
            Nabi SAW mengatakan, orang pemurah itu dekat kepada Allah,dekat kepada manusia, dekat kepada surga, dan jauh dari api neraka. Sedangkan orang kikir itu jauh dari Allah, jauh dari manusia, jauh dari surga, dan dekat kepada api neraka. Dalam sabda yang lain, beliau mengingatkan bahwa jika engkau mendermakan kelebihan hartamu, maka kebaikanlah bagimu. Sekiranya engkau mengepalkan tanganmu (karena kikir), maka keburukanlah bagimu.
            Betapa mulianya kedudukan dermawan dalam pandangan agama. Lalu, kenapa masih banyak orang yang masih silau oleh periasan dunia sampai melupakan sang Pemberi Harta? Mengapa masih ada orang yang lebih senang menumpuk hartanya ketimbang membagikannya kepada fakir miskin, anak yatim, dan para janda?
            Sesungguhnya islam tidak melarang kita mencari dan mengumpulkan harta sebanyak mungkin. Apalagi Allah sudah menghamparkan segala nikmat dan karunia-Nya dibumi ini bagi kehidupan dan kepentingan manusia. Namun, itu tidak akan berarti bila jiwa social kita kering kerontang, sikap tolong menolong hilang dan rasa kemanusiaan tercerabut dari nurani serta lepas dari kehidupan sehari-hari. Dalam kondisi semacam ini, sejujurnya kita miskin sekaligus terhina.
            Karena itu, kini kita tidak punya alasan lagi untuk tidak mendermakan harta yang dimiliki, mengingat gelar dermawan sejatinya bukan hanya milik orang kaya. Ramadhan sudah di ambang mata, jadikan sebagai latihan bagi kita untuk lebih memperhatikan kaum dhuafa.


 Sumber : Republika, Jum'at 10 Juni 2011.
----

Komentar

Postingan Populer