Renungan : Mbah "G"


MBAH "G"
Oleh : Agus Iman Santoso

Beliau sedang duduk-duduk diteras, sambil memandangi setiap orang yang lalu lalang di depan rumahnya. Mbah, ini singkong rebusnya, enak loh pulen sekali. Mbah gak payah untuk mengunyahnya, coba deh. Sambil kudekatkan piring berisi ubi rebus kehadapannya. Sedikit dia tekan-tekan ubi rebus yang akan diambilnya, yang kemudian sepotong ubi rebus yang masih hangat sudah berpindah kedalam cengkraman jari tangannya. Lelaki yang aku panggil "Mbah" ini merupakan ayah dari ayah kandung saya. Beliau sedang berlibur di rumah. Sudah barang tentu, setiap sore ba'da ashar kami duduk-duduk mendengarkan cerita yang menghiasi rentang usianya. Penuh hikmah dan pelajaran, kadang sedikit mengundang gelak tawa bagi kami. Beliau dikenal sebagai orang yang teguh dalam memegang prinsip. Itupun dapat kurasakan dari sikapnya selama ini kepada kami. Keteguhan yang menghantarkan kedamaian bagi keluarga besar kami.
  
Di desa sebelah ada juga seorang yang sering kali dipanggil Mbah. Usianya juga menjelang senja. Kerut dahi dan mimik mukanya dipenuhi keluhan dari orang-orang yang datang kepadanya. Ya mereka datang dengan membawa permohonan dan permintaan kepada "Mbah" ini. Berawal dari kepiwaiannya dalam "menyembuhkan" penyakit dan "memenuhi" keinginan dari warga disekitarnya, kemudian dari mulut ke mulut tersebar luas sampai ke desa-desa dan kota-kota disekitarnya. Mbah ini tidak pernah menuntut pembayaran yang tinggi dari mereka. Warga sekitar membawa buah tangan sesuai dengan kadar kemampuannya. Kadang setandan pisang raja atau ayam betina dua ekor atau beberapa ikat sayur-sayuran. Bagi masyarakat luar desa yang datang, Mbah ini menyediakan kotak santunan yang beliau manfaatkan ala kadarnya untuk kebutuhan dirinya dan selebihnya untuk biaya perbaikan sarana dan prasarana desa. Semakin tinggi sugesti seseorang maka semakin mujarab penyembuhan dan pemenuhannya "Mba" ini kepada mereka.

Pada malam hari yang bertaburan bintang, kami berdua sedang asyik bersama Mbah duduk-duduk di teras. Anak-anakku asyik berlarian ke luar masuk teras dan ruang tengah. Namun sudah agak lama mereka tidak berlari-larian lagi, sehingga Mbah pun bertanya kemana anak-anakmu..? Oh iya Mbah, tadi minta izin ke saya untuk bermain internet. Mau apa mereka tanya si Mbah ku. Biasanya sih ada sesuatu yang ingin mereka cari atau chatting dengan teman-temannya...sebegitu datarnya jawaban yang kuberikan. Namun komentar Mbah yang membuat aku tersentak... Hati-hati cu, jangan biarkan sosok mu sebagai orang tua dirampas dari anak-anak oleh Internet apalagi Chatting...Mereka lebih suka bertanya dengan internet, mereka lebih suka berdiskusi dengan teman-teman dunia mayanya, mereka lebih percaya denga informasi yang didapat di internet dibanding bertanya kepada orang tuanya, dibandingkan berdiskusi dengan orang tuanya dan bahkan membandingkan jawaban orang tuanya dengan apa yang didapat di Internet.
Masya Allah... tersentak diri ini... betapa tidak, bahkan tidak jarang saya menyuruh mereka mencari di internet ketika dalam kesibukan kami, mereka bertanya banyak hal...

Ya kami jadi ingat kembali dengan sosok yang mulia, agung dan lembut, yaitu Nabi Muhammad SAW. Beliau dengan ke-ummi-annya mampu menyampaikan risalahnya kepada setiap orang yang dihadapinya. Sosoknya menjadi uswah kehidupan. Sosoknya menjadi sandaran solusi atas setiap permasalahan yang dihadapi oleh umatnya. Sosoknya mampu meneduhkan setiap mata yang memandangnya. Sosoknya mampu melembutkan setiap tangan yang disalaminya. Sosoknya mampu menyemangati setiap pundak yang dirangkul dan ditepuknya. Sosoknya mampu menghadirkan optimisme dalam keterbatasan.Sosoknya mampu mendongakkan kepala yang tunduk dan merendahkan kepala yang angkuh.

Suatu ketika, seorang sahabat datang minta dinasehati tentang Islam, beliau menjawab Islam itu lima perkara dan seterusnya. Sahabat lain datang dan bertanya, beliau menjawab Jangan marah, bagimu surga. Sahabat lain datang dan bertanya, beliau menjawab berkata-katalah yang baik atau diam. Sahabat yang lain datang dan bertanya, beliau menjawab Ibu mu, ibu mu, ibu mu dan bapak mu.

Begitulah Rasulallah dengan bimbingan Allah SWT mampu memberikan jawaban yang tepat, diwaktu yang tepat dan pada orang yang tepat. Setiap jawaban yang diberikan, Beliau telah memahami kepribadian setiap sahabat yang datang kepadanya. Disamping itu juga karena kedekatan para sahabat dengan Rasulnya. Bukan hanya bahasa verbal yang ditangkap oleh Rasulullah namun juga bahasa non verbal bahkan dengan Kenabiannya beliau mampu melihat relung jiwa para sahabatnya.

Mbah..mbah... kearifanmu menyadarkan diri ini... Kadangkala aku tenggelam berdiskusi atau bernostalgia sampai malam hari di dunia maya. Jadi aku ingat kembali dengan ungkapan teman-teman, jika ada sesuatu yang kami cari tapi tidak ada yang tahu, Coba aja tanya sama "Mbah Google" ya "Mbah G". Karena dengan hanya tekan kata yang kita cari pada
search engine Google, dalam itungan detik sekian hasil temuan tampil dihalaman. Ya "Mbah G' menjadi serba tahu. Apapun kata yang anda cari dalam sekejap akan ditemukan oleh "Mbah G".

Itulah keunggulan teknologi informasi. Keberadaannya adalah untuk mempermudah komunikasi dan interaksi. Namun yang perlu kita cermati adalah betapa masyarakat atau bahkan kitapun telah menaruh harapan yang begitu besar kepada "Mbah G" ini. Setiap permasalahan, "Mbah G" menjadi pintu untuk mencari solusi. Seperti "Mbah" yang di desa sebelah, segala permasalahan yang disampaikan oleh masyarakat yang datang kepadanya, selalu mendapat solusi.

"Mbah G"  merupakan bagian dari solusi. Mulai dari permasalahan pribadi, kerja, pertemanan, teknologi, ilmu pengetahuan dan agama. Akankah kita sebagai orang tua digantikan oleh "Mbah G". Akankah para guru tergantikan posisinya oleh   "Mbah G", akankah para ulama juga tergantikan fatwanya oleh   "Mbah G". Padahal kita tidak tahu kevalidan informasi yang diberikannya. Kita tidak tahu kebonafitan penulisnya. Kita tidak tahu kebenaranya yang diungkapnya. Kita tidak tahu keshalehan narasumbernya. Dan masih banyak hal lainnya yang seperti kita tidak tahu.

Berbeda dengan kita sebagai orang tua, Mbah ku  dan "Mbah" desa sebelah dalam menjawab setiap pertanyaan. Bukan hanya ungkapan kata yang kita perhatikan tapi juga bahasa tubuh dan pengenalan kita terhadap kepribadian/sifat/karakter orang yang bertanya. Sebagaimana ketika Rasulullah memberikan fatwanya kepada setiap sahabat yang menghadap kepadanya. Dan ini lah yang kita takutkan bila saja permasalahan agama, anak-anak kita lebih percaya dengan jawaban yang ditemukannya melalui "Mbah G" dari pada yang difatwakan oleh ustad kampung kita atau kita sebagai orang tuanya. Karena "Mbah G" akan menjawab sebuah pertanyaan yang sama dengan jawaban yang sama tanpa memilah-milah siapa yang bertanya. 

Sumber : http://aimans1172.blogspot.com/2011/06/mbah-g.html

--------------------

Komentar

Postingan Populer