Orang Tua adalah Gurunya Manusia yang Pertama

ORANG TUA ADALAH GURUNYA MANUSIA YANG PERTAMA
Oleh : Smart Parenting, by Bunda Arifah Handayani



Sambil mengingat banyak ungkapan bijak dan kata-kata pembawa semangat untuk perubahan di acara Launching buku terbaru Pak Munif Chatib, Gurunya Manusia, izinkan saya terbang kembali ke masa awal saya berkenalan dengan Guru Kehidupan saya yang satu ini.

Banyak peristiwa terjadi di 2009. Tahun di mana saya merasa terlahir kembali,  karena saya mulai punya mimpi dan cita-cita baru. Saya memformat rencana hidup saya kembali dengan keberanian untuk ‘berpikir besar’.  Pak Munif adalah satu dari sekian figur yang ikut mewarnai transformasi saya dari Emak Rumahan Standar  menjadi Emak Profesional yang punya visi dan misi dalam memaknai dan menjadikan hidup bermanfaat.

Bulan Agustus 2009, Saya mengenal Pak Munif, membaca tulisannya, mengerti pemikiran dan tujuan perjuangannya yang terangkum dalam buku Sekolahnya Manusia.  Saat itu Pak Munif menyampaikan buku itu adalah yang pertama dari Trilogi, akan ada buku Gurunya Manusia dan Sekolah Orangtuanya Manusia.  Saat itu Smart Parenting With Love Community baru berisi sekitar seribu orang, tulisan saya saat itu baru berjumlah belasan di sana.  Smart Parenting sendiri baru saya bangun sekitar bulan Mei 2009.

Pada bulan yang sama saya juga bertemu dengan Mba Yanti DP di Facebook, mulai dari bertukar pikiran sampai akhirnya ikut Workshop yang beliau adakan di sekolahnya tentang metode Brain-base Learning. Meski berangkat dari pijakan yang  berbeda, Pak Munif dengan Multiple Intelegence dan Quantum Learningnya, sedang Mba Yanti DP dengan Brain-base Learningnya, kedua Guru  Kehidupan saya ini menyadarkan saya bahwa seorang anak manusia sejatinya memiliki kapasitas dan kebutuhan belajar yang tak terbatas.

Bahwa kemudian mereka ‘dicap’ punya masalah dalam belajar, seperti halnya anak-anak saya (Netta tidak suka sekolah dan 3 adiknya sampai saat ini belum mau sekolah), itu murni karena ada yang salah dalam sistem dan pola yang di terapkan di habitat belajar mereka, baik di sekolah maupun di rumah. Dari situ saya terpacu untuk memahami kebutuhan belajar anak-anak saya dan mengakomodasi sesuai dengan kondisi kami orang tuanya. Mereka pun tumbuh lebih bahagia dalam kebutuhan untuk bereksplorasi sesuai potensi mereka.

Penemuan ini adalah titik tolak semangat saya membangun misi Smart Parenting With Love yang tertuang dalam puluhan artikel yang kami muat di Page SPWL. Semua posting artikel kami di Page membuat komunitas SPWL tumbuh dan berkembang. Kalau Pak Munif dan Mba Yanti DP, menjadikan sekolah sebagai titik tolak perjuangan memperbaiki pendidikan Anak bangsa, maka saya dan teman-teman di SPWL berharap bisa melakukannya dengan memperbaharui pendidikan dan pola asuh di rumah. Hingga buku Smart Parenting With Love terbit dan membuat misi kami jadi semakin nyata dan merambah bumi. Bahwa kita perlu dan wajib mengenali Anak Bangsa sebagai mahluk Pembelajar, calon Manusia Utuh yang kelak berkewajiban mewarisi tanggung jawab mengampu semesta.

Setelah hampir dua tahun kemudian, akhirnya saya kembali berkesempatan untuk belajar dari Pak Munif, dalam launching buku Gurunya Manusia. Meski sayang sekali tidak berhasil ikut Workshopnya, saya senang karena sudah berhasil membawa pulang buku kedua dari Pak Munif yang kabarnya belum masuk toko buku ini. Meski saya belum membaca satu babpun dari buku itu, tetapi ada hal menarik yang ingin saya bagi dari acara launching Buku Gurunya Manusia, menyitir beberapa pernyataan dari Bapak Haidar Bagir. Sebagai berikut :

Anak manusia, fitrahnya adalah bibit varietas unggul, yang bisa tumbuh di manapun. Lahan dan habitat yang baik akan memastikan anak kita tumbuh sesuai dengan default factory settingnya. Sebagaimana yang dikehendaki oleh Sang Pencipta . Hal ini senada dengan tulisan re-post saya di Note : Go Beyond Our Children Horizon.

“Anak-anak kita tidak diciptakan untuk jadi HANYA secerdas ayah atau bundanya. Sesungguhnya setiap manusia sudah dipersenjatai dengan komplit dalam default factory settingnya untuk jadi khalifah di muka bumi. Dan mereka seharusnya mampu untuk hidup dengan kualitas hidup maksimal sesuai fitur yang dibekalkan Sang Pemilik Kehidupan, untuk kemudian menghasilkan masterpiece dan menemukan misi hidup yang telah disiapkanNya untuk mereka kerjakan. Adalah tugas kita orang tua untuk mendidik anak-anak kehidupan dalam genggaman dengan cara sebaik-baiknya dan memberi kesempatan membangun kemandirian dan menumbuhkan percaya diri dengan penuh keyakinan bahwa dia hadir ke dunia untuk melakukan sesuatu bagi semesta.” 

Sekolahnya Manusia seharusnya bertanggung jawab mendidik anak menjadi seorang manusia yang mampu mengurus sesamanya. Bukan sekedar mampu menjadi orang sukses yang kelak saling berkompetisi untuk mengumpulkan harta dan meraih kedudukan. Sukses seorang manusia seharusnya diukur dari seberapa banyak dia mampu membuat orang bahagia dan mengambil manfaat dari keberadaannya di dunia.
Pak Haidar menyitir sebuah ungkapan Nabi. “Berjalanlah dengan orang yang punya kesulitan dan bantulah mengatasi masalahnya, maka hal ini lebih baik dari sholat seribu rakaat di Masjid Nabi pada bulan Ramadhan.” Ungkapan ini seiring dengan satu diskusi saya dengan anak-anak, ketika gunung Merapi meletus tahun lalu.

Saya katakan, jika kita melihat musibah semacam ini, maka akan ada tiga jenis manusia yang dapat kita temukan. Satu, mereka yang jadi korban dan harus diselamatkan oleh orang lain. Dua, mereka yang selamat tanpa merepotkan orang lain. Tiga, mereka yang selamat bersama sebanyak-banyaknya orang yang berhasil mereka selamatkan. Saya sampaikan betapa Bunda berharap anak-anak bisa menjadi manusia jenis ketiga untuk sesamanya. Bukan pekerjaan ringan untuk menjadi manusia dengan kualitas itu tapi kita harus punya cita-cita semacam ini untuk menjadikan dunia tempat yang lebih baik.

Maka ajakan Pak Haidar untuk ikut berteriak bersama Pak Munif kepada dunia pendidikan nasional agar sesegera mungkin merubah paradigma yang diusung, sehingga anak-anak kita dapat memperoleh pendidikan yang layak demi menjadi manusia seutuhnya, seharusnya kita support 100%.

Count SPWL Community in, Pak..!!!

SPWL pasti berdiri bersama Pak Haidar dan Pak Munif dalam misi besar ini. Sebagai Smart Parents,  kami akan berusaha mencari titik tekan yang bisa digarap dari rumah. Berawal dari meyakini bahwa Smart Parents adalah pendidik anak yang utama seumur hidupnya, maka yuuk kita ambil alih kembali tugas ini ke tangan kita. Ringankan kerja para Gurunya Manusia dengan terlebih dulu memfungsikan tugas kita sebagai Gurunya Manusia yang Pertama.

Berikut adalah tulisan saya di bulan Mei 2009 yang mungkin masih sangat sesuai, dan cukup menjelaskan mengapa saya bisa berada di titik ini bersama orang-orang dengan idealisme membawa perubahan.

“Hanya dengan sedikit merubah diri dan cara pandang kita menjadi manusia yang lebih perduli.  Mau melihat kesulitan di sekitar kita.  Mau menyingsingkan lengan baju dan bergerak menolong. Sekecil apapun perhatian dan pertolongan yang dapat kita berikan. Itu akan berarti. Terutama bagi diri kita sendiri untuk mengasah kepekaan dan kesigapan kita menolong sesama.
Dengan begitu kita sudah menolong dunia. Menjadikannya A better place.
Padahal dalam posisi kita sebagai orang tua kita dapat berbuat lebih banyak. Misalnya dengan membangun kepekaan dan kesigapan menolong sesama itu dalam diri buah hati kita, maka dunia akan punya satu pasukan generasi penerus yang siap menolongnya. Bukankah akan berarti besar…??
Atau menularkan kepekaan dan kesigapan menolong sesama ke orang-orang di lingkungan pergaulan kita. Menginspirasi mereka untuk lebih perduli. Sekali kita merasakan betapa nikmatnya menjadi manusia yang perduli, maka kita tidak akan pernah berhenti. “

Mari Smart Parents kita didik anak-anak kita dengan cinta, untuk mengerti cinta pada sesama, sehingga kelak mereka menjadi manusia yang bermanfaat yang mencintai sesamanya. Hingga tujuan akhir hidupnya adalah berbahagia dan membawa sebanyak-banyaknya orang ikut bahagia berada di dekat mereka. Untuk itu kita harus sadara bahwa sebagai Gurunya Manusia yang Utama Smart Parents adalah makhluk yang sejatinya harus terus belajar sampai di ujung nafas. Terus berkembang jadi lebih baik untuk Anak Bangsa.

So Help Us… Ya Allah Swt… Get Smarter Everyday…!!!

“If You Wanna Make The World a Better Place,
Take a look at Yourself and Make that Change…”
Man in The Mirror - MJ

Sumber:  http://www.facebook.com/note.php?note_id=10150202793268550

------------

Komentar

Postingan Populer