Moderasi Islam : Teknologi Islam Moderat
TEKNOLOGI ISLAM MODERAT
Oleh : Dr. Mustanir Yahya
1. Apresiasi Islam terhadap ilmu pengetahuan (sains)
- Pengetahuan dalam Al-Quran
Manusia didaulat menjadi khalifah Allah di bumi ini karena ilmunya, QS Al-Baqarah 2: 31, dan Allah SWT melebihkan manusia yang beriman serta mempunyai ilmu beberapa tingkatan daripada yang lain, QS Al-Mujadilah 58: 11. Tentu tujuan dari kepemilikan ilmu tidak untuk pengembaraan intelektual, bukan mencerdaskan akal pikiran belaka, tidak juga mampu menguasai forum debat dan diskusi, namun untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT sebagaimana firman-Nya di QS Ali ‘Imran 3: 190-191.
Di samping itu, tujuan mencari ilmu adalah untuk meningkatkan amal ibadah yang kita tujukan dalam mencari ridha Allah semata, sekaligus untuk meningkatkan kualitas amal saleh bagi kepentingan hidup kemanusiaan, QS Al-Maidah 5: 35. Orang yang paling baik dalam pandangan Islam adalah orang yang paling bermanfaat bagi kehidupan kemanusiaan, sebagaimana yang dikemukakan dalam sebuah Hadist Nabi.
Sains dapat diperoleh melalui berbagai cara; melalui indra pendengaran (sama’) yang biasanya bersifat verbal, penglihatan (bashar) yang biasanya menghasilkan sains yang bersifat observasional-eksperimental. Ada
beberapa contoh yang dikemukakan dalam al-Qur an, misalnya Allah SWT mengajari Qabil cara mengubur mayat melalui perantaraan burung gagak QS Al-Maidah 5: 31), mengajarkan tentang pengertian berbangkit melalui pengamatan eksperimental, QS Al-Baqarah 2: 259. Atau mengajarkan Nabi Ibrahim AS bagaimana menghidupkan yang mati juga melalui eksperimen, QS Al-Baqarah 2: 260.
Islam mendorong umatnya untuk bersungguh-sungguh dan tak pernah jemu untuk mencari ilmu yang bermanfaat. Selain tuntunan keutamaan (fadhilah), juga tuntutan karena dunia masa kini, apalagi masa depan, dunia dikuasai oleh orang yang memiliki sains dan teknologi. Jika dikatakan sains merupakan infrastruktur, keduanya akan menentukan suprastruktur dunia internasional, termasuk kebudayaan, moral, hukum dan juga perilaku keagamaan. Jika umat Islam ingin leading mengembalikan perannya sebagai khaira ummah (ummat terbaik, QS Ali ‘Imran 3: 110) dan ummatan wasathan (umat pilihan, QS al-Baqarah 2: 143) menjadi saksi atas kebenaran, ajaran-Nya maka umat Islam harus menguasai ilmu pengetahuan.1)
- Pengetahuan dalam Sunnah Rasulullah SAW
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dijelaskan bahwa Nabi Muhammad SAW setelah hijrah ke Madinah memerintahkan sahabat untuk mendata jumlah orang yang telah masuk Islam. Pendataan dilakukan dengan cermat dan teliti sehingga ditemukan data yang valid bahwa jumlah umat Islam saat itu sebanyak seribu lima ratus orang. Ini sebagai petunjuk bahwa ilmu statistik adalah sebuah metodologi yang asal mulanya dari umat Islam. Rasulullah dan para shahabat juga terbiasa melakukan eksperimen, dan mereka sering berdiskusi ilmiah tentang eksperimen yang akan dilakukan. Misalnya eksperimen shahabat tentang penyerbukan pohon kurma (bioteknologi), yang hasilnya berbeda dengan saran yang dilontarkan Rasulullah, maka beliau bersabda kepada shahabat tersebut, “Kalian lebih mengetahui terhadap urusan dunia kalian.” (HR. Muslim). Rasulullah SAW juga pernah mengikuti pendapat Salmam Al-Farisi, tentang penggalian parit pertahanan di sekitar kota Madinah. Rasulullah SAW juga pernah dibuatkan sebuah mimbar yang biasa digunakan beliau untuk berkhotbah oleh seorang tukang kayu dari bangsa Romawi. Dalam sebuah hadist disebutkan bahwa beliau bersabda, “Ilmu pengetahuan itu bagaikan barang yang hilang dari seorang mukmin, di mana saja dia menjumpainya maka dia berhak mengambilnya.” (HR. Al-Turmudzi dan Ibnu Majah).
- Moderasi Al-Quran terhadap Sains
Penguasaan sains dan teknologi (IPTEK) merupakan prasyarat (pre-requisite) dalam meraih kemakmuran (prosperity). Teknologi, dalam kancah perekonomian global sudah dianggap sebagai investasi (capital) dominan dalam pembangunan ekonomi. Saat ini kekayaan sumber daya alam bukan lagi penentu keberhasilan ekonomi suatu bangsa, namun bangsa yang menguasai teknologi akan mampu mengusai dunia. Oleh karena itu, membangun masyarakat berbasis pengetahuan (knowledge-based society) sangat diperlukan dalam mendorong terciptanya daya dukung teknologi suatu bangsa. Lebih dari itu, pembangunan yang dulu difahami sebagai pembangunan ekonomi telah bergeser, teori ekonomi neo-classical hanya memasukkan parameter tenaga kerja dan kapital dalam faktor produksi. Kini dikembangkan teori dengan memasukkan ilmu pengetahuan sebagai dasar perkembangan teknologi atau bagian intrinsik dari sistim ekonomi. Ilmu pengetahuan telah menjadi faktor ketiga dalam produksi dan pertumbuhan ekonomi. Terjadi pergeseran paradigma pertumbuhan ekonomi dari konsep modal dan tenaga kerja kepada penggunaan pengetahuan sebagai komponen utama pertumbuhan ekonomi dan produktifitas yang dikenal sebagai Ekonomi Berbasis Pengetahuan (Knowledge Based Economy). 2)
Fakta bahwa sains telah berperan sangat penting dalam pembangunan peradaban. Penemuan-penemuan sains dan teknologi telah memberikan bermacam-macam kemudahan hidup bagi manusia. Semua ini adalah nikmat, anugerah dari Allah SWT yang patut manusia syukuri. Sekalipun yang sering terjadi justru sebaliknya, makin berkembang ilmu pengetahuan membuat manusia makin jauh dari Allah, malah kejahatan makin bertambah kejam dan canggih.
Terkait bagaimana memposisikan teknologi ini, kita dapat menemukan beberapa tipe manusia, ada masyarakat yang teralienasi dengan teknologi. Baik teralienasi dalam pengertian mereka terasing dari terknologi karena ketidakmampuan mereka memanfaatkannya akibat gagap teknologi (gatek) yang mereka derita. Atau teralienasi dalam makna justru terisolasi karena sibuk menyendiri dengan produk teknologi, betapa saat ini sering kita menjumpai orang-orang yang menyendiri dengan HP (handphone) padahal dia sedang berada di tengah hingar bingarnya kesibukan yang membutuhkan keikut sertaan dia.
Lebih ironi lagi, ada saintis dan teknokrat yang menuhankan dan diperbudakkan oleh ilmu dan teknolgi. Masyarakat Jepang yang demikian tergantung pada ketepatan dan kecanggihan teknologi, sehingga saat terjadi kegagalan mereka bunuh diri, tidak ada dalam perhitungan mereka terhadap faktor X yang diistilahkan oleh Albert Enstein, atau ada yang menyebutnya invisible hand yang bagi kita orang beriman itulah taqdir dari Allah SWT sebenarnya. Maknanya bahwa secanggih apapun teknologi ini tetap masih ada ruang bagi berlakunya kehendak Allah al-Qadir. Sebaliknya, ada kelompok lain yang juga cendrung memposisikan teknologi secara ekstrem, mereka justru cendrung menolak kehadiran teknologi ini. Mereka menampik bahwa kehadiran teknologi yang sejatinya akan sangat membantu memudahkan kehidupan mereka, dengan alasan kekhawatiran akibat yang ditimbulkan oleh teknologi itu sendiri. Sebut saja suku Amish yang hidup di Amerika Serikat dan Ontario, Kanada. Suku Tengger yang tinggal di sekitar Gunung Bromo, Jawa Timur. Orang Kanekes atau orang Baduy di wilayah Kabupaten Lebak, Banten. Dayak di Kalimantan, dan Aborigin di Australia. Berbeda dengan penduduk Bluder Hoof, nama tempat terpencil di bagian Utara kota New York, komunitas ini adalah mereka pelarian dari Nazi tahun 1920-an. Awalnya mereka sangat puritan dan menolak teknologi, namun kemudian mereka menyadari bahwa teknologi itu perlu.
Allah SWT menjadikan manusia di dunia ini sebagai hamba, QS. Az-Dzariyat 51 : 56 dan khalifah QS. Al-Baqarah 2 : 3, untuk memakmurkan dunia ini. Sehingga segenap potensi, termasuk sains-teknologi, harus dimanfaatkan untuk mengoptimalkan fungsi tersebut. Bukankah dengan bantuan teknologi ada banyak hal yang dimudahkan seperti adanya pesawat memudahkan kita menunaikan ibadah haji, adanya HP membuat kita lebih mudah bersilaturahim dan menjadikan waktu lebih berkah. Teknologi adalah tools yang membantu mendekatkan kita kepada Allah dalam meraih ridha-Nya.
2. Ilmuwan Islam dan penemuan modern
a. Astronomi
Ilmu hisab sangat terkait dengan ibadah mahdhah shalat, puasa dan haji, sehingga sejak Islam datang, tegak dan menyebar ke seluruh penjuru dunia, ilmu astronomi juga turut berkembang. Sumbangan yang diberikan ilmuwan muslim di bidang astronomi pada abad pertengahan atau di masa-masa kejayaan Islam cukup sigifikan. Nicolaus Copernicus sebagai ilmuwan yang merumuskan teori heliosentris mengatakan bahwa bumi bukanlah pusat alam semesta, tetapi bersama dengan planet lain mengitari matahari. Teori yang diumumkan pada 1543 dalam buku "De Revolutionibus Orbium Coelestium" Sebetulnya, teori Copernicus banyak dipengaruhi oleh ilmuwan Muslim abad 9 dan 10 yaitu Az-Azrgaly dan Al Battani.
b. Optik
Ilmuwan Muslim pertama yang mengkaji ilmu optik adalah Al-Kindi (801 M-873 M). Karangan Al-Kindi tentang optik berjudul De Radiis Stellarum, sangat berpengaruh bagi sarjana Barat seperti Robert Grosseteste dan Roger Bacon. Al-Kindi menolak konsep tentang penglihatan yang dilontarkan Aristoteles yang menyebutkan penglihatan merupakan bentuk yang diterima mata dari obyek yang sedang dilihat. Namun, menurut Al-Kindi penglihatan justru ditimbulkan daya pencahayaan yang berjalan dari mata ke obyek dalam bentuk kerucut radiasi yang padat.
Seabad kemudian, muncul ilmuwan optik Muslim lainnya yaitu Ibnu Sahl (940 M-100 M). Ibnu Sahl juga seorang matematikawan yang mendedikasikan dirinya di Istana Baghdad. Sahl menulis buku On Burning Mirrors and Lenses (pembakaran dan cermin dan lensa) yang mempelajari cermin membengkok dan lensa membengkok serta titik api cahaya. Ibnu Sahl pun menemukan hukum refraksi (pembiasan) yang secara matematis setara dengan hukum Snell. Dia menggunakan hukum tentang pembiasan cahaya untuk memperhitungkan bentuk-bentuk lensa dan cermin yang titik fokus cahanya berada di sebuah titik di poros.
Ilmuwan Muslim yang dikenal sebagai bapak optik adalah Ibnu Al-Haitham (965 M-1040 M), atau Alhazen bernama lengkap Abu Ali Muhammad Ibnu Al-Hasan Ibnu Al-Haitham merupakan sarjana Muslim terkemuka yang terlahir di Basrah, Irak. Al-Haitham sempat belajar di Universitas al-Azhar. Setelah itu, secara otodidak, ia mempelajari hingga menguasai beragam disiplin ilmu seperti ilmu falak, matematika, geometri, pengobatan, fisika, dan filsafat. Disamping dia mengkaji dan mempelajari seluk-beluk ilmu optik. Salah satu karyanya yang paling fenomenal adalah Kitab Al-Manazir (Buku Optik). Dalam kitab itu, ia menjelaskan beragam fenomena cahaya termasuk sistem penglihatan manusia. Selama lebih dari 500 tahun buku ini dijadikan pegangan dalam bidang optik. Pada tahun 1572 M, Kitab Al-Manadzir diterjemahkan kedalam bahasa Latin Opticae Thesaurus. Sayangnya, dari sekian banyak karyanya yang diperkirakan lebih dari 200 buku hanya sedikit yang terisa. Bahkan karya monumentalnya, Kitab Al Manadhir, tidak diketahui lagi rimbanya. Orang hanya bisa mempelajari terjemahannya yang ditulis dalam bahasa Latin.
Pada abad ke-13 M, fisikawan Muslim lainnya yang banyak berkontribusi dalam bidang optik adalah Kamaluddin Al-Farisi. Dia mampu menjelaskan fenomena pelangi. Melalui penelitian yang dilakukannya, ia berhasil mengungkapkan bagaimana cahaya matahari direfraksi melalui hujan serta terbentuknya pelangi primer dan sekunder.
c. Kimia
Para kimiawan Muslim telah mampu menterjemahkan teori-teori ilmu kimia menjadi sebuah industri yang penting bagi peradaban dunia. Mereka disamping telah melahirkan teknik-teknik sublimasi, kristalisasi, dan distilasi juga memperkenalkan alkohol, nitrat, asam sulfur, nitrat silver, dan potassium. Karya dan dedikasi para ilmuwan seperti Jabir Ibnu Hayyan, Al-Razi, Al-Majriti, Al-Biruni, dan Ibnu Sina, telah memberi sumbangan yang berbeda-beda bagi pengembangan ilmu kimia.
Jabir (721 M-815 M), telah memperkenalkan laboratorium dengan serangkaian eksperimen secara kuantitatif. Ilmuwan Muslim yang dijuluki Bapak Kimia Modern ini juga penggagas proses distilasi, kristalisasi, kalnasi, dan sublimasi. Geber, sebutan orang barat terhadap Jabir, berhasil mempelopori instrumen pemotong, pelebur, dan pengkristal. Berkat jasanya pula, teori oksidasi-reduksi yang begitu terkenal dalam ilmu kimia terungkap. Senyawa atau zat penting seperti asam klorida, asam nitrat, asam sitrat, dan asam asetat lahir dari hasil penelitian dan pemikiran Jabir. Ia pun sukses melakukan distilasi alkohol.
Kimiawan Muslim lainnya adalah Al-Razi (lahir 866 M). Dalam karyanya berjudul, Secret of Secret, Al-Razi mampu membuat klasifikasi zat alam yang sangat bermanfaat. Ia membagi zat yang ada di alam menjadi tiga, yakni zat keduniawian, tumbuhan, dan zat binatang. Soda serta oksida timah merupakan hasil kreasinya.Al-Razi pun tercatat mampu membangun dan mengembangkan laboratorium kimia bernuansa modern. Ia menggunakan lebih dari 20 peralatan laboratorium pada saat itu.
Sosok kimiawan Muslim lainnya yang tak kalah populer adalah Al-Majriti (950 M-1007 M). Ilmuwan Muslim asal Madrid, Spanyol, ini berhasil menulis buku kimia berjudul Rutbat Al-Hakim yang memaparkan rumus dan tata cara pemurnian logam mulia. Dia juga tercatat sebagai ilmuwan pertama yang membuktikan prinsip-prinsip kekekalan masa, yang delapan abad berikutnya dikembangkan kimiawan Barat bernama Lavoisier.
Kontribusi Al-Biruni (wafat 1051 M) dalam bidang kimia dan farmakologi juga cukup signifikan. Dalam Kitab Al-Saydalah (Kitab Obat-obatan), dia menjelaskan secara detail pengetahuan tentang obat-obatan. Kosmetik pun dikembangkan oleh ilmuwan Muslim Al-Zahrawi (936 M-1013 M), pada abad ke-10 M. Dalam ensiklopedia kesehatan yang berjudul, Al-Tasreef, Albucassis begitu Barat menjuluki Al-Zahrawi, telah mengupas secara khusus tentang kosmetik. Bagi Al-Zahrawi, kosmetik merupakan bagian dari pengobatan. Khalid bin Yazid (wafat tahun 709 M) sudah mengenalkan potassium nitrat (KNO3), bahan utama pembuat mesiu, pada abad ke-7 M atau dua abad sebelum Cina.
e. Kedokteran
Era kejayaan Islam telah melahirkan sejumlah tokoh kedokteran terkemuka, seperti Al-Razi, Al-Zahrawi, Ibnu-Sina, Ibnu-Rushd, Ibn-Al-Nafis, dan Ibn-Maimon.
Al-Razi (841-926 M) dikenal di Barat dengan nama Razes mempunyai nama lengkap Abu-Bakr Mohammaed Ibn-Zakaria Al-Razi itu adalah dokter istana Pangerang Abu Saleh Al-Mansur, penguasa Khorosan. Ia lalu pindah ke Baghdad dan menjadi dokter kepala di RS Baghdad dan dokter pribadi khalifah. Salah satu buku yang dikarangnya berjudul ‘Al-Mansuri’ (Liber Al-Mansofis). Ia menyoroti tiga aspek penting dalam kedokteran, antara lain; kesehatan publik, pengobatan preventif, dan perawatan penyakit khusus. Bukunya yang lain berjudul ‘Al-Murshid’ telah mengupas tentang pengobatan berbagai penyakit. Buku lainnya adalah ‘Al-Hawi’ yang terdiri dari 22 volume itu menjadi salah satu rujukan sekolah kedokteran di Paris.
Tokoh kedokteran Muslim lainnya adalah Al-Zahrawi (930-1013 M) atau dikenal sebagai Abulcasis merupakan ahli bedah terkemuka di Arab. Dia menempuh pendidikan di Universitas Cordoba dan menjadi dokter istana pada masa Khalifah Abdel Rahman III. Salah satu dari empat buku kedokteran yang ditulisnya berjudul, ‘Al-Tastif Liman Ajiz’an Al-Ta’lif’, merupakan ensiklopedia ilmu bedah terbaik pada abad pertengahan. Buku itu digunakan di Eropa hingga abad ke-17.
Dokter Muslim yang sangat termasyhur adalah Ibnu Sina atau Avicenna (980-1037 M) bernama lengkap Abu Ali Husein bin Abdillah bin Hasan bin Ali bin Sina adalah seorang Persia yang lahir di sebuah desa yang bernama Khormeisan dekat Bukhara. Saat berumur 10 tahun beliau sudah hafal Al-Qur an, usia 16 tahun berhasil menjadi dokter pribadi istana Raja Bukhara Nuh bin Mansur, dan umur 18 tahun beliau sudah terkenal sebagai seorang dokter. Salah satu kitab ditulisnya berjudul Al-Qanon fi Al- Tibb atau Canon of Medicine. Kitab itu menjadi semacam ensiklopedia kesehatan dan kedokteran yang berisi satu juta kata. Sampai abad ke-17 kitab itu masih menjadi referensi sekolah kedokteran di Eropa, dan saat ini kitab itu disimpan di universitas Oxford, Amerika. Ibnu Sina pandai dalam banyak ilmu seperti matematika, metafisika, astronomi, logika, falsafah, tafsir, politik, dan bahkan musik, tetapi ilmu filsafat dan kedokteran inilah yang sangat kuat berada dalam dirinya. Sampai saat ini, keilmuan Ibnu Sina masih banyak digunakan di seluruh dunia.
Tokoh kedokteran era keemasan Islam lainnya adalah Ibnu Rusdy atau Averroes (1126-1198 M). Dokter kelahiran Granada, Spanyol itu sangat dikagumi sarjana di di Eropa. Kontribusinya dalam dunia kedokteran tercantum dalam karyanya berjudul ‘Al- Kulliyat fi Al-Tibb’ (Colliyet). Buku itu berisi rangkuman ilmu kedokteran. Buku kedokteran lainnya berjudul ‘Al-Taisir’ mengupas praktik-praktik kedokteran.
Nama dokter Muslim lainnya yang termasyhur adalah Ibnu El-Nafis (1208 - 1288 M). Ia terlahir di awal era meredupnya perkembangan kedokteran Islam. Ibnu El-Nafis sempat menjadi kepala RS Al-Mansuri di Kairo. Sejumlah buku kedokteran ditulisnya, salah satunya yang tekenal adalah ‘Mujaz Al-Qanun’. Buku itu berisi kritik dan penambahan atas kitab yang ditulis Ibnu Sina.
Beberapa nama dokter Muslim terkemuka yang juga mengembangkan ilmu kedokteran antara lain; Ibnu Wafid Al-Lakhm, seorang dokter yang terkemuka di Spanyol; Ibnu Tufails tabib yang hidup sekitar tahun 1100-1185 M; dan Al-Ghafiqi, seorang tabib yang mengoleksi tumbuh-tumbuhan dari Spanyol dan Afrika. Abu al-Qasim Khalaf ibn al-Abbas Al-Zahrawi alias Abulcasis (930-1013 M) telah sukses mengembangkan bedah gigi dan perbaikan gigi. Al-Zahrawi, Ibnu Al-Quff, Thabit Ibnu Qurra, Al-Majousi, serta Al-Tabari telah mampu mendeteksi dan mengobati beragam penyakit urologi dan menemukan sederet peralatan dan teknologi pengobatannya.
Untuk anatomi dan fisiologi THT dilakukan beberapa dokter Muslim, seperti Ibn Zakariya Ar-Razi (850-923 M), Ibnu Sina (980-1036 M), Ali Ibnu Abbas (994 M), Abdul Latif Al-Baghdadi (1161-1242 M), Ibnu Al-Baladi (971 M), Abdul Malik Ibnu Zohr (1092-1162 M), Al-Zahrawi (936-1013 M), dan Ibnu Al-Nafis (1210-1288 M). Secara detail, mereka menjelaskan anatomi dan fisiologi telinga, hidung, dan tenggorokan.
Untuk anatomi dan fisiologi THT dilakukan beberapa dokter Muslim, seperti Ibn Zakariya Ar-Razi (850-923 M), Ibnu Sina (980-1036 M), Ali Ibnu Abbas (994 M), Abdul Latif Al-Baghdadi (1161-1242 M), Ibnu Al-Baladi (971 M), Abdul Malik Ibnu Zohr (1092-1162 M), Al-Zahrawi (936-1013 M), dan Ibnu Al-Nafis (1210-1288 M). Secara detail, mereka menjelaskan anatomi dan fisiologi telinga, hidung, dan tenggorokan.
3. Sumbangan Islam terhadap sains modern
a. Kesaksian ilmuwan barat tentang kontribusi ilmuwan Islam terhadap kemajuan Barat
Buku Guinness Book of World Record mencatat University of Al-Karouine (jami’at al Qarawiyyin) di Fez, Maroko, sebagai universitas tertua di dunia yang berdiri di tahun 859. 17 Setelah itu baru berdiri Al Azhar di Kairo, Mesir, di abad 10 yang menawarkan beberapa jurusan akademis termasuk program paska sarjana.
Menurut Turner, Ibnu Al-Haitham adalah ilmuwan Muslim yang mengkaji ilmu optik dengan kualitas riset yang tinggi dan sistematis. ''Ilmu optik merupakan penemuan ilmiah para sarjana Muslim yang paling orisinil dan penting dalam sejarah Islam,'' ungkap Howard R Turner dalam bukunya Science in Medieval Islam. Pernyataan Turner itu membuktikan bahwa dunia modern yang didominasi Barat saat ini tak boleh menafikkan peran sarjana Muslim di era keemasan. Sebab, dari para ilmuwan Muslimlah, sarjana Barat seperti Leonardo da Vinci, Kepler, Roger Bacon, serta yang lainnya belajar ilmu optik.
Ilmu kimia merupakan sumbangan penting yang telah diwariskan para kimiawan Muslim di abad keemasan bagi peradaban modern. Para ilmuwan dan sejarah Barat pun mengakui bahwa dasar-dasar ilmu kimia modern diletakkan para kimiawan Muslim. Tak heran, bila dunia menjuluki kimiawan Muslim bernama Jabir Ibnu Hayyan sebagai 'Bapak Kimia Modern'." Para kimiawan Muslim adalah pendiri ilmu kimia," cetus Ilmuwan berkebangsaan Jerman di abad ke-18 M. Tanpa tedeng aling-aling, Will Durant dalam The Story of Civilization IV: The Age of Faith, juga mengakui bahwa para kimiawan Muslim di zaman kekhalifahanlah yang meletakkan fondasi ilmu kimia modern. Menurut Durant, kimia merupakan ilmu yang hampir seluruhnya diciptakan oleh peradaban Islam. "Dalam bidang ini (kimia), peradaban Yunani (seperti kita ketahui) hanya sebatas melahirkan hipotesis yang samar-samar," ungkapnya. Sedangkan, peradaban Islam, papar dia, telah memperkenalkan observasi yang tepat, eksperimen yang terkontrol, serta catatan atau dokumen yang begitu teliti. "Kontribusi yang diberikan Al-Razi dalam ilmu kimia sungguh luar biasa penting," cetus Erick John Holmyard (1990) dalam bukunya, Alchemy. Berkat Al-Razi pula industri farmakologi muncul di dunia.
4. Sebab-sebab kemajuan teknologi dan sains di masa-masa kejayaan Islam
Disamping secara eksternal saat itu Barat tengah tertidur lelap dalam buaian teosentrisme dan alam pikiran yang jumud, bahkan bangsa barat saat itu dalam kondisi terbelakang. Islam mengalami kebangkitan intelektual dan kultural yang sepektakuler dengan revolusi pemikiran dan budaya Islam yang bercorak peradaban baru, menyambung matarantai peradaban sebelumnya (Yunani, Babilon, dan Persia). Islam yang kosmopolit, humanistik, kultural, dan saintifik yang puncaknya pada era Abasiyyah.
Secara umum menurut Arif16) ada beberapa faktor yang telah mendorong kemajuan sains di dunia Islam saat itu yakni; 1). Kesungguhan dalam mengimani dan mempraktikkan ajaran Islam sehingga lahirlah individu-individu unggul. 2). Motivasi agama. 3). Faktor sosial politik. 4). Faktor ekonomi. 5). Faktor dukungan dan perlindungan penguasa saat itu.
5. Sebab-sebab kemunduran umat Islam dalam Pengetahuan
a. Eksternal
Sekalipun Negara-negara yang dihuni ummat Islam secara populasi, geopolitik, dan kekayaan sumber daya alamnya berada jauh di atas negara lain, namun saat ini umat Islam masih sebagai end user produk sains dan teknolgi. Barang-barang produksi umat Islam masih berbasiskan sumber daya alam yang mempunyai nilai tambah (added value) sangat rendah rendah, belum berbasis sains dan teknologi. Para ilmuwan dan teknolog Muslim belum maju, belum jadi referensi saintis dan teknokrat dunia lainnya. Justeru yang terjadi adalah banyak ummat Muslim yang belajar, dan meneliti berbagai bidang sains dan teknologi kepada ilmuwan barat di Eropa, Amerika, Jepang, Australia dan lain-lain. Bahkan yang lebih tragis, di sana para ilmuwan Islam tidak hanya belajar bidang sains dan teknologi tetapi juga dalam bidang kajian Islam. Banyak sarjana dalam kajian Islam lulus dari hasil berguru kepada orang-orang bukan Islam di Oxford, Sorbonne, Chicago, Canberra, Canada dan lain-lain. Begitulah kondisi dan citra ummat dan ilmuwan Muslim saat ini. Tentu kondisi yang sama sekali berbeda jauh dengan zaman keemasan Islam ini, tidak terjadi begitu saja. Namun merupakan perwujudan dari proses eksternal dan buah kelemahan internal yang cukup komplek yang sampai saat ini masih sering diseminarkan.
Faktor serangan Mongol yang membumi-hanguskan Baghdad pada abad ke-11 sering dimasukkan sebagai salah satu penyebab eksternal dari stagnannya perkembangan sains dan teknologi Islam. Hal lain, yaitu ketergantungan ekonomi yang besar pada negara-negara Barat dan tidak adanya stabilitas politik pada masa khilafah Utsmaniyah Turki sebenarnya berkontribusi signifikan juga. Seperti diketahui, pada awal kekuasaan Turki Utsmani, mulai dibukanya rute ke Timur lewat Tanjung Harapan, para pedagang Eropa mulai membentuk hubungan dagang dengan Turki. Pada tahun 1553, Sultan Sulaiman I menyetujui perjanjian perdagangan bebas antara Inggris dengan Turki dan Inggris kemudian mendirikan Levian Company di Turki (mirip VOC pada masa awal penjajah Belanda di Indonesia). Pihak Turki demi mengurangi kerepotan industri, mulai mengimport barang dari Inggris maupun negara-negara Eropa lainnya, sehingga lambat laun perekonomian Turki menjadi tergantung kepada perekonomian Eropa. Pada awalnya tidak terasa adanya bahaya kejadian tersebut karena komoditas import hanya berkisar pada tekstil wol, logam dan kertas. Akan tetapi, masuk abad ke-19, dampak pengimporan barang-barang dari Eropa menjadi terasa. Apalagi keadaan politik yang semakin memburuk, yaitu adanya perpecahan dan upaya pemisahan diri dari negara-negara bagian Turki. Sehingga saat terjadi revolusi industri di Eropa, perekonomian dan industri di negara-negara Islam menjadi lemah. Melemahnya perekonomian menyebabkan rendahnya daya dukung terhadap pengembangan sains dan teknologi. 14)
Sains Islam mulai terlihat kemunduran yang signifikan adalah setelah tahun 1800 disebabkan faktor eksternal seperti pengaruh penjajahan yang dengan sengaja menghancurkan sistem ekonomi lokal yang menyokong kegiatan sains dan industri lokal. Contohnya seperti apa yang terjadi di Bengali, India, saat sistem kerajinan industri dan kerajinan lokal dihancurkan demi mensukseskan revolusi industri di Inggris.
b. Internal
Banyak ilmuwan, pakar sains dan teknologi Islam mencoba untuk mencari akar permasalahan kemunduran sains ummat ini dan kemudian mencoba untuk mencari solusi. Diantaranya, Prof. Dr. Abdus Salam, Ilmuwan Muslim yang mendapatkan Nobel pada tahun 1978, mengutarakan bahwa umat Islam tertinggal dalam bidang sains dan teknologi karena beberapa faktor diantaranya:15)
a. Tidak mempunyai komitmen terhadap sains, baik sains terapan maupun sains murni.
b. Tidak memiliki hasrat yang kuat untuk mengusahakan tercapainya kemandirian sains dan teknologi (self reliance).
c. Tidak membangunkan kerangka institutional dan legal yang cukup untuk mendukung perkembangan sains.
d. Menerapkan cara yang tidak tepat dalam menjalankan manajemen kegiatan di bidang sains dan teknologi.
Sedangkan Prof. Baiquni, mantan Direktur Jenderal Badan Tenaga Atom Nasional Indonesia (1973-1984), dalam bukunya Al Qur’an, Sains dan Teknologi menguraikan bahwa diantara sebab tertinggalnya umat Islam dalam bidang sains dan teknologi adalah :
a. Adanya dikotomi di kalangan ulama Islam yang mungkin tidak begitu memahami atau salah faham terhadap buah fikiran Imam Al Ghazali, sehingga mereka memisahkan ilmu-ilmu agama dari sains dan teknologi.
b. Embargo sains dan teknologi yang dibuat oleh negara-negara maju terhadap negara-negara berkembang, lebih-lebih lagi terhadap negara yang mayoritas umat Islam.
c. Jumlah pakar sains, penerbitan, lembaga pendidikan tinggi/riset di negara-negara Islam jauh lebih kecil dari pada yang ada di negara-negara bukan Islam.
6. Langkah-langkah menuju kebangkitan sains dan teknologi umat
a. Reorientasi Motivasi
Mencermati realita dunia pendidikan saat ini, misalnya sertifikasi guru dan dosen yang disinyalir lebih hanya karena adanya tambahan insentif yang akan didapatkan bukan konsideran kualitas. Jurusan di pergurun tinggi yang menjadi favorit lulusan SMA adalah jurusan yang kiranya memberikan peluang kerja dengan imbalan financial yang paling banyak, bukan karena pertimbangan sisi apa yang mungkin dikontribusikan untuk pembangunan ummat. Sehingga motivasi ummat Islam mengkaji sains dan teknologi saat ini, secara umum dapat disebutkan didorong oleh :
- Menuntut ilmu untuk ilmu itu sendiri, mereka adalah para petualang intelektual.
- Mereka yang mencari ilmu karena motivasi dunia, mereka mencari martabat, kesenangan dunia, dan kebanggaan primordialisme dengan ilmu.
- Ada yang mencari dan mengembangkan sains dan teknologi karena memenuhi tuntutan dan tuntunan Allah SWT dalam upaya mengabdikan diri dan mencari keridhaan Allah. Golongan ini menggunakan ilmu untuk membangunkan berbagai industri yang bermanfaat bagi manusia, membangun ekonomi, membangunkan peralatan ketenteraan untuk membela diri, membangunkan pertanian, membuat bangunan-bangunan, sekolah, gedung, jalan raya dan lain-lain dengan tujuan agar dapat melindungi iman, memperkuatkan syariat, membesarkan syiar Allah, mendaulatkan hukum-hukum Allah. Inilah ilmuwan dan teknolog yang bertaqwa. Mindset yang melatar belakangi apapun adalah iman, menuntut ilmu merupakan bagian dari ibadah, salah satu jalan mengenal Allah (ma’rifatullah), dan ahli ilmu adalah pewaris para nabi.
Saat kita cermati shirah nabawiyah, Rasulullah SAW memulai proses pendidikan (tarbiyah) dengan menyemai aqidah kepada peserta didiknya sehingga mendorong para sahabat untuk menuntut ilmu guna mensupport kebutuhan ummat Islam. Hasilnya dalam waktu 30 tahun saja umat Islam menguasai lebih separuh dunia. Romawi dan Persia takluk kepada mereka pada zaman Pemerintahan Umar ibnu Khattab. Para Saintis kedua superpower tersebut masuk ke dalam agama Islam sengan suka rela dan beralih menjadi saintis Islam. Sejak itu berkembanglah budaya Ilmiah Islam dalam masyarakat Islam. Hal ini terulang kembali di zaman Fatimiyah, Abbasiyah dan Uthmaniah khususnya di zaman Sultan Muhammad Al Fatih yang menggunakan kaedah yang sama dengan yang digunakan oleh Rasulullah SAW dan berhasil memajukan sains dan teknologi dalam masyarakat Islam.15)
Motivasi kajian sains dan teknologi harusnya menambah rasa cinta serta takut kepada Allah, serta dapat merasakan kebesaran Allah melalui alam ciptaaanNya. Dalam mengkaji hewan, tumbuhan, manusia dan alam semesta, fikiran dan hati seyogyanya dikaitkan dengan kebesaran dan keagungan Allah. Sehingga apa saja ilmu yang kita pelajari, kita kaji dan kembangkan, selalu kita kaitkan dengan kebesaran Allah. Apalagi kaidah fiqih yang menyebutkan “Ma laa yatiimul waajib illaa bihi, fahuwa wajib” (Apa yang mutlak diperlukan untuk menyempurnakan sesuatu kewajiban, hukumnya wajib pula) perlu direnunglah oleh ummat saat ini. Ketika melihat bahwa untuk menyempurnakan pengabdiannya kepada Allah memerlukan sesuatu maka sesuatu itu menjadi keniscayaan untuk diadakan. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam pengembangan sains dan penggunaan teknologi haruslah dibingkai hukum syara’. Teknologi hanya akan digunakan untuk memanusiakan manusia, teknologi digunakan untuk menjadikan Islam rahmat bagi seluruh alam.
b. Integrasi sains dan Islam
Sistem pendidikan (tarbiyah Islamiyah) yang dikembangkan umat Islam di zaman Rasulullah SAW dan salafus saleh telah berhasil melahirkan kelompok ilmuwan dan teknolog yang bertaqwa dan kompeten dibidangnya. Sehingga ilmuwan dan teknolog Muslim di zaman itu telah menghasilkan publikasi yang menjadi rujukan bagi ilmuwan lain. Mereka menjadi peletak dasar-dasar sains dalam berbagai bidang seperti aljabar, matematika, astronomi, fisika, kimia, optik, biologi, geologi, dan kedokteran.
Sistem pendidikan kita saati ini bukan hanya telah gagal menghasilkan ilmuwan dan teknolog yang unggul di bidangnya, tetapi juga gagal menghasilkan insan yang takut kepada Allah (QS. Al-Baqarah 2 : 191). Salah satu penyebabnya adalah pendidikan yang dianut sekarang hanya dimaknai sekedar transfer ilmu (transfer of knowledge) hanya menyentuh aspek cognitive belaka. Sementara berdasarkan survey terhadap hubungan antara sains dan agama sebaiknya bagaimana, maka 13,74% menjawab konflik; 22,1% independensi; 8,4% dialog, dan 55,7% integrasi. 18)
Sistem pendidikan sekular yang dianut, dengan memisahkan antara ilmu umum dan ilmu agama (dichotomi), telah melahirkan dua jenis manusia yang ekstrim : sistem pendidikan agama yang melahirkan manusia yang hanya berfikir kepada fikih, halal haram dan kurang memperdulikan kemajuan pembangunan material. Sementara sistem lainnya hanya melahirkan manusia yang pandai membuat kemajuan dan pembangunan material tetapi makin jauh dari Allah.
Upaya mengintegrasikan ilmu umum dan agama cukup intensif sejak tahun 1950-an. Islamisasi sains ini dipopulerkan oleh Sayyed Hossein Nasr, Ziauddun Sardar, Ismail al-Faruqi, al-Attas dan akhir-akhir ini Mehdi Golshani. Di Indonesia sendiri, wacana integrasi sains dan Islam diimpikan akan didapatkan melalui konversi IAIN/PTAI menjadi UIN, sekalipun realitanya yang terjadi mengindikasikan lebih karena faktor lain yang sangat jangka pendek.
c. Dukungan Pemerintah dan masyarakat
Secara internal, yang paling rasional atas kemandegan sains di dunia Muslim adalah kegagalan pemimpin memanfaatkan dan mengkoordinasikan pengembangan disiplin ilmu sains.19) Peran strategis negara dalam menyediakan stimulus positif bagi perkembangan ilmu terlihat di masa lalu. Sekolah yang disediakan negara bisa diakses masyarakat dengan mudah. Bahkan Rasulullah telah menyuruh umat Islam untuk berburu ilmu sampai ke Cina. Sejarah juga membukukan bahwa al-Kindi dipercaya Khalifah al-Ma’mun untuk mengelola Baitulhikmah yang kala itu gencar menerjemahkan buku-buku sains dari berbagai bahasa, seperti Yunani. Bahkan ketika Khalifah meninggal, putranya al-Mu’tasim, mengangkat al-Kindi menjadi guru bagi anaknya. Gerakan penerjemahan literatur kedokteran dari Yunani dan bahasa lainnya ke dalam bahasa Arab yang berlangsung pada abad ke-7 hingga ke-8 Masehi. Pada masa itu, sarjana dari Syria dan Persia secara besar-besaran menerjemahkan literatur dari Yunani dan Syiria kedalam bahasa Arab. Khalifah Al-Ma’mun dari diansti Abbasiyah mendorong para sarjana untuk berlomba-lomba menerjemahkan literatur penting ke dalam bahasa Arab. Khalifah pun menawarkan bayaran yang sangat tinggi bagi para ilmuwan yang bersedia untuk menerjemahkan karya-karya kuno. Selain melibatkan ilmuwan Muslim, tak sedikit pula dari para penerjemahan itu yang Kristen. Mereka diperlakukan secara terhormat oleh penguasa Muslim. Proses transfer ilmu kedokteran yang berlangsung pada abad ke-7 dan ke-8 M membuahkan hasil. Pada abad ke-9 M hingga ke-13 M, dunia kedokteran Islam berkembang begitu pesat dan sejumlah rumah sakit (RS) besar berdiri. Pada masa kejayaan Islam, RS tak hanya berfungsi sebagai tempat perawatan dan pengobatan para pasien, namun juga menjadi tempat menimba ilmu para dokter baru.
Kondisi kekinian ummat Islam; sebagai contoh Indonesia yang mayoritas penduduknya Muslim, tahun 2008 hanya mendapatkan peringkat 109 dari indek pembangunan (HDI)21 dengan education index hanya 0,830. Banding dengan Israel dan Korea yang masing-masing berada pada peringkat 24 dan 25. Jumlah publikasi sebagai indikator produktifitas para ilmuwan/ulama dari negara-negara yang mayoritas Muslim juga relatif rendah dibandingkan negara-negara nonmuslim. Untuk tahun 2008 USA dengan 353.409 publikasi berada para urutan nomor 1 dunia, Cina (2), Korea (12), Taiwan (16), Israel (22), Iran (25), Mesir (41), Malaysia (44), Pakistan (48), dan Indonesia (66) hanya dengan 918 publikasi22. Bandingkan jumlah publikasi tersebut terhadap populasi penduduk masing-masing negara, maka akan didapatkan rasio yang sangat rendah untuk Indonesia.
d. Kolaborasi dan soliditas antara para akademisi, institusi penelitian, penerbit, pihak industri, dan berbagai potensi internal ummat Islam terkait lainnya akan mengakselarasi konstruktif terwujudnya kebangkitan.
e. Sejarah mencatat bahwa salah satu faktor yang membantu perkembangan sains di Eropa dahulu adalah hasil jiplakan mereka dari peradaban Islam19). Saat ini posisi terbalik, sains di Eropa lebih unggul. Maka juga perlu ada upaya intensif menterjemahkan rujukan mereka dalam bahasa yang mudah dimengerti ummat ini untuk kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh para saintis muslim.
f. Kemandegan ekonomi dan instabilitas politik, ternyata juga salah satu faktor lambatnya perkembangan sains dan teknologi Islam, ditambah dengan fanatisme. Sehingga perlu adaya upaya serius menciptakan stabilitas ekonomi dan politik yang lebih baik.
g. Kaedah Pendidikan yang dianut kurang tepat. Pendidikan umat Islam sudah diselenggarakan dengan kaedah dan tata cara yang tidak Islam, fokus pendidikan sekarang ini bukan pada perubahan insan tetapi pada pengajaran ilmu dan kepakaran yang dibuktikan dengan selembar ijazah atau diploma. Ijazah itulah yang kemudian menentukan masa depan, jabatan dan gaji seseorang. Sehingga tidak mendorong terbentuknya manusia yang berakhlaqul karimah dan bertaqwa. Bila ilmu tersebut diamalkan, maka Allah akan beri lagi dia bermacam-macam ilmu yang dia belum ketahui. Sabda Rasulullah SAW : Barang siapa yang mengamalkan apa yang dia tahu niscaya Allah akan berikan ilmu yang dia tidak tahu.. (Riwayat Abu Naim).
KEPUSTAKAAN
1. Afzalur Rahman,2007. Ensiklopediana Ilmu Dalam Al-Qur’an: Rujukan Terlengkap Isyarat-Isyarat Ilmiah Dalam Al-Qur’an. Cetakan II, Penerbit Mizania PT Mizan Pustaka, Bandung.
2. Mustanir, PERAN SAINS dan TEKNOLOGI DALAM MENDUKUNG PEMBANGUNAN PEREKONOMIAN, Disampaikan pada seminar Sains dan Teknologi, Banda Aceh 10-12 Maret 2008.
3. Heri Ruslan, REPUBLIKA - Selasa, 13 Mei 2008. Optik
4. Heri Ruslan, REPUBLIKA - Kamis, 30 Oktober 2008, kimia
9. Heri Ruslan, REPUBLIKA - Republika. Jumat, 23 Mei 2008, kedokteran
10. Heri Ruslan Kamis, 11 Desember 2008 pukul 13:39:00
12. Heri Ruslan REPUBLIKA - Rabu, 20 Agustus 2008
14. Rahmat Hasbi, IAIN Raden Intan Bandar Lampung Masa Depan Teknologi Islam Harian PELITA, Jakarta, Senin, 10 Juni 1996
15. http://umrahhajiplus.com/baca.php?ArtID=141 Mengapa Umat Islam Tertinggal Dalam Sains & Teknologi?
16. Republika, Jumat, 23 Maret 2007 Kemunduran Sains Umat Islam Oleh : Syamsuddin Arif.
17. The Guinness Book Of Records, Published 1998, ISBN 0-5535-7895-2, P.242.
18. http//forum.detik.com 27 April 2008
19. Mengapa Revolusi Ilmu Pengetahuan Terjadi di Eropa dan Bukan di Dunia Muslim? Ditulis oleh Umar A. M. Kasule http://www.iptekita.com/content/view/19/1/
20. Maurice Buccaile, La Bible Le Coran Et Le Science, terj. Bible, Qur’an dan Sains Modern oleh H.M. Rasjidi, Jakarta: Bulan Bintang, hal. 10.
Sumber: http://www.ikadi.or.id
Komentar
Posting Komentar