Ta'kid Tarbawi Untuk Para Murabbi
Oleh:
Syeikh Jum’ah Amin Abdul Aziz
(Naib Mursyid Am Ikhwanul Muslimin)
Saya sangat senang bertemu dengan ikhwah di negara yang bagus ini untuk pertama kalinya. Dengan izin Allah hari ini di sini saya bersama kalian. Allah menjadikan pertemuan ini kebahagiaan bagi saya karena kalian adalah penerus dakwah yang penuh berkah ini dari sisi alamiyahnya dan dengan kesatuan pemahaman yang utuh.
Ada titipan dari Mursyid Am untuk kalian. Beliau menyampaikan salam dengan penuh dengan kebahagiaan dan kebanggaan terhadap kalian. Walaupun kami tidak mengerti bahasa kalian, namun hati punya bahasa lain saat bertemu. Tangan berjabat dan segenap perasaan cinta memenuhi hati saat bertemu. Saya memohon kepada Allah swt. agar melanggengkan rasa cinta ini dan menyatukan kita dalam cinta kepadaNya.
Pemahaman Yang Jelas
Saya sangat menjaga dan menta’kid kebersamaan ikhwah dalam satu fikrah dan harakah. Kita semua bertemu dalam cinta kepada Allah, bersatu dalam dakwah. Di sini pemahaman perlu mendapat perhatian, perlu kita perdalam, dan agar jelas bagi kita bagai terangnya matahari di siang bolong.
Al-Fahmu sebagaimana yang kalian ketahui –dan sebagaimana yang dijelaskan oleh Al-Banna sebanyak 20 dasar (ushul isyrin)– bisa bertambah, tapi tidak berkurang. Jika jelas persepsinya, benarlah gerakannya.
Al-Banna berkata, dakwah ini perlu pemahaman yang detail. Beliau adalah pribadi berpengaruh dan pembangun. Saya bersama kalian dalam persepsi pertama, sebagaimana dijelaskan oleh Roghib Asfahani bahwa tugas kita adalah memakmurkan alam, menjadi khalifah di muka bumi, dan beribadah kepada Allah dengan manhaj dan syariahNya.
Tiga perkara itu harus jelas, karena itu merupakan tujuan pencintaan manusia. Agar jalannya jelas, dan amal kalian adalah untuk merealisasikan tiga hal itu. Tugas ini dinamakan Al-Qur’an sebagai amanah.
إِنَّا عَرَضْنَا الأمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الإنْسَانُ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولا
“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanah kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanah itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanah itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh”. (Al-Ahzab:72)
Dari ayat ini kita tahu bahwa mihwar pertama seorang hamba adalah merealisasikan ketakwaan dalam dirinya. Hal ini harus menjadi perhatian setiap murabbi. Jika benar di sini, benar pula akhirnya. Jika salah, maka akan salah dan tersesat.
Setelah takwa, husnul khuluq. Bai’at antar kalian dan Allah dibangun di atas akhlak, hubungan antara kalian dengan Allah.
إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِي التَّوْرَاةِ وَالإنْجِيلِ وَالْقُرْآنِ وَمَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ مِنَ اللَّهِ فَاسْتَبْشِرُوا بِبَيْعِكُمُ الَّذِي بَايَعْتُمْ بِهِ وَذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan Al-Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka, bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar”. (At-Taubah:111)
Maka berbahagialah dengan bai’at kalian. Siapakah mereka yang mendapat kemenangan ini?
التَّائِبُونَ الْعَابِدُونَ الْحَامِدُونَ السَّائِحُونَ الرَّاكِعُونَ السَّاجِدُونَ الآمِرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَالنَّاهُونَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَالْحَافِظُونَ لِحُدُودِ اللَّهِ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ
“Mereka itu adalah orang-orang yang bertaubat, yang beribadat, yang memuji, yang berpuasa, yang ruku’, yang sujud, yang menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah berbuat munkar dan yang memelihara hukum-hukum Allah; dan gembirakanlah orang-orang mukmin itu”. (At-Taubah:112)
Mereka yang memiliki delapan sifat di ayat itulah orang-orang yang mendapat kemenangan. Dan, itulah jatidiri kita.
Perang Identitas
Ayat itu membawa berita gembira ini bagi kita bahwa masa depan adalah milik manusia yang membawa risalah. Sebab, tarbiyah dengan metode dan sarana-sarananya adalah solusi perubahan. Tarbiyah adalah asas perubahan. Apalagi kita tahu betul bahwa hakikat pertikaian antara kita dan musuh kita sebenarnya bukan perang antar negara. Tapi, perang jatidiri dan identitas.
Musuh-musuh kita tahu benar jika jatidiri kita mucul, maka kita akan menang. Dan itu yang kita lakukan: mentarbiyah dan memperbaiki umat. Oleh karena itu, musuh-musuh kita berusaha agar jatidiri kita itu tidak muncul. Saya tegaskan tentang hal ini agar murabbi tahu tugas pentingnya. Umat akan bangkit bersama kalian ketika kalian mampu mengendalikan kenikmatan dunia dengan akhlak. Akhlak jika hilang, umat akan hilang.
Al-Qur’an bercerita tentang kisah para nabi, mulai dari Nabi Nuh a.s. hingga Nabi Muhammad saw. Telah banyak umat dibinasakan oleh Allah swt. Lihat surat At-Thalaq dan hadits Nabi tentang “ghutsa’”. Umat bagaikan buih ketika terkena wahan.
Tahukah kalian arti hubud dunya dan karahiyatul maut di hadits itu? Meninggalkan jihad!
Jika kita cinta dunia, kita akan tinggalkan jihad, lalu kita jadi buih lautan: umat tanpa kepribadian, tanpa jatidiri, tanpa akhlak. Jadi, hakikat perang antara al-haq dan al-bathil –bagi orang yang berpikir– adalah perang identitas, perang jatidiri. Musuh-musuh kalian tidak menginginkan ada sekelompok orang yang memiliki jatidiri seperti dalam Surat Al-Ahzab ayat 23.
مِنَ الْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا مَا عَاهَدُوا اللَّهَ عَلَيْهِ فَمِنْهُمْ مَنْ قَضَى نَحْبَهُ وَمِنْهُمْ مَنْ يَنْتَظِرُ وَمَا بَدَّلُوا تَبْدِيلا
“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; Maka di antara mereka ada yang gugur dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu- nunggu dan mereka tidak mengubah (janjinya)”. (Al-Ahzab:23)
Saya sampaikan ini agar murabbi tahu tugas dan perannya bagi alam semesta. Jadi, tugasnya bukan sekadar mennyelenggarakan liqa’ usrah lalu selesai. Tugas dan peran kalian ini perkara yang lebih agung dari itu semua.
Itulah tugas kita dalam tarbiyah. Lihat tiga ayat di awal surah Al-Ahzab. Di situ Allah berbicara kepada kalian tentang manhaj gerakan kalian.
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ اتَّقِ اللَّهَ وَلا تُطِعِ الْكَافِرِينَ وَالْمُنَافِقِينَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا حَكِيمًا (١)وَاتَّبِعْ مَا يُوحَى إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا (٢)وَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ وَكَفَى بِاللَّهِ وَكِيلا (٣)
“Hai Nabi, bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu menuruti (keinginan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik. Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan ikutilah apa yang diwahyukan Tuhan kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. Dan bertawakkallah kepada Allah. dan cukuplah Allah sebagai Pemelihara”. (Al-Ahzab:1-3)
Allah menegaskan tentang jatidiri kalian: kepribadian takwa, istiqamah, jangan mengikuti hawa nafsu. Itulah kepribadian unggul, kepribadian yang mengikuti apa yang diturunkan Allah. Konsep yang jelas tentang kepribadian unggul, harakah yang penuh indhibath, dan tawakal. Itulah langkah pertama seorang murabbi dalam berdakwah. Sebab, semua itu akan memberi pengaruh, bahkan terhadap perang itu sendiri.
Perhatikan ketegaran Gaza. Penduduknya tidak punya senjata sebagaimana musuh. Tapi, apa yg terjadi? Kota ini tegar. Para murabbi di sana melakukan pembauran kepibadian rabbani yang mereka miliki kepada penduduk.
Ada pertemuan di Kongres Amerika Serikat. Mereka membicarakan Ikhwan di Mesir dan Arab. Mereka mewaspadai naiknya Ikhwan dan warna kepribadiannya di pentas nasional dan internasional. Mereka katakan, harus ada upaya memasukkan Ikhwanul Muslimin ke dalam (stigma) kekerasan. Maka, mereka membuat makar dengan menggunakan istilah dengan makna tertentu untuk mempengaruhi masyarakat (stigmatisasi). Misalnya, menyebut orang taat dengan istilah mutasaddid (ekstremis). Mereka tidak menghendaki agama ini teguh di muka bumi.
Ketahuilah oleh kalian, risalah Islam adalah risalah tarbiyah sebelum tasyri; sebelum tanzhim. Ash-shilaah qabla al-Ishlaah, al-qudwah qabla al-da’wah, at-ta’liif qabla al-takliif. Agar risalah ini terealisasi, kalian harus berinteraksi kepada umat dengan hati dan jiwa. Bukan jasad. Agar hati umat ini bergantung hanya kepada Allah. Hati yang jika diberi nikmat, bersyukur. Jika diuji, sabar. Jika berdosa, istighfar.
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka, dan hanya kepada Allah lah mereka bertawakkal”. (Al-Anfal:2)
Mereka itulah orang-orang yang benar dalam takwa. Mereka berinterakasi dengan manusia dengan jiwanya yang sempurna. Tentu mereka akan berjaya. Kalau kalian mengikuti hawa nafsu, pasti hancur. Wa qad khaaba man dassaahaa. Maka merugilah orang-orang yang mengotori jiwanya. Kalian harus mengerahkan upaya agar sampai kepada hati yang taat kepada Allah. Kalian gerakkan. Jika hati bersih, tidak mengenal dunia dan tidak bergantung kepada dunia. Jika hati tersambung kepada Allah, kalian akan mengatakan bahwa kehidupan ini begitu panjang. Sebab, hati kalian bergantung hanya kepada ridha Allah dan ingin segera bertemu denganNya.
Ada seorang sahabat diberi ghanimah oleh Rasulullah saw.. Ia berkata, “Aku tidak membai’at engkau untuk ini, ya Rasulullah.” Padahal, ghanimah itu adalah haknya.
Lalu untuk apa ia berjihad? Agar terkena anak panah dari sini ke sini. Sahabat ini menunjuk beberapa bagian tubuhnya. Kata Rasulullah saw., “Kalau kamu jujur kepada Allah, Dia akan membenarkanmu.” Setelah itu, sahabat itu meninggal dengan kondisi seperti yang diinginkannya. Saat jasadnya diperlihatkan, Rasulullah bertanya, “Diakah itu?” “Ya, Rasulullah.” Rasulullah saw. bersabda, “Ia jujur kepada Allah, maka Allah membenarkannya.” Hati seperti yang dimiliki sahabat itu, tidak akan merasakan beratnya beban. Bahkan, selalu bersegera menuju kebaikan.
Risalah Islam adalah risalah tarbiyah yang berinteraksi dengan jiwa dan hati. Hati yang seperti itulah yang nanti akan berbicara saat seorang murabbi berinteraksi dengan binaanya. Kalian harus banyak sujud. Mata kalian berair, menangis di hadapan Allah. Jika hati kalian dekat dengan Allah, semua yang sulit menjadi mudah. Pikiran kalian akan dibimbing Allah. Jika kalian duduk di hadapan Allah, Allah akan beri cahaya dan menunjukkan jalan kalian.
Ini saya sampaikan agar murabbi menyadari kedudukannya. Saat Ibrahim berdoa,
رَبَّنَا وَابْعَثْ فِيهِمْ رَسُولا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
“Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka kitab dan hikmah serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana”. (Al-Baqarah:129)
Ayat ini berbeda susunannya dengan pengabulan doa itu sendiri.
هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الأمِّيِّينَ رَسُولا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلالٍ مُبِينٍ
“Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka kitab dan hikmah. Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata”. (Al-Jumu’ah:2)
Allah swt. menunjukkan bahwa susunan tersebut adalah sesuatu yang rabbani dan penting. Allah swt. menginginkan Rasulullah saw. merasakan urutan itu: membacakan ayat (tilawah), membersihkan hati (tazkiyah), lalu mengajarkan kitab dan hikmah.
Jika suatu jamaah melaksanakan manhaj tarbiyah ala Nabi Muhammad saw. itu, maka akan kuat. Renungkan oleh kalian! Al-Qur’an turun pertama kali dengan lafaz tabriyyah.
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ (١)خَلَقَ الإنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ (٢)اقْرَأْ وَرَبُّكَ الأكْرَمُ (٣)الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (٤)عَلَّمَ الإنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ (٥)
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan; Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam; Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”. (Al-Alaq:1-5)
Suatu bacaan yang membangun dan mentarbiyah; yang menambah keimanan, mengajarkan rambu-rambuNya agar kalian berjalan dengan petunjuk dan kejelasan. Lalu turun perintah di surah Al-Muzzammil agar kalian menjalin kedekatan dengan Allah. Setelah kalian melakukan persiapan yang bersifat manusiawi dan kedekatan dengan Allah, yang tadinya kalian berhadapan dengan musuh, kini musuh-musuh kalian akan menghadapi dengan Allah langsung. Kalian tidak membunuh mereka, tapi Allah yang membunuh mereka.
فَلَمْ تَقْتُلُوهُمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ قَتَلَهُمْ وَمَا رَمَيْتَ إِذْ رَمَيْتَ وَلَكِنَّ اللَّهَ رَمَى وَلِيُبْلِيَ الْمُؤْمِنِينَ مِنْهُ بَلاءً حَسَنًا إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin, dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui”. (Al-Anfal:17)
Setelah kepribadian rabbani terbentuk, mulailah bergerak. Allah menurunkan surat Al-Mudatstsir.
Imam Al-Banna berkata,
كُوْنُوْا عُبَّادًا قَبْلَ أَنْ تَكُوْنُوْا قَوَّادًا تَصِلُوْا بِالْعِبَادَةِ إِلَى أَحْسَنِ قِيَادَة
“Jadilah kalian ahli ibadah sebelum memimpin. Niscaya dengan ibadah, kalian akan sampai pada kepemimpinan terbaik.”
Kata-kata beliau berasal dari cahaya Allah. Dalam Risalah Ila Ayyi Syain Nad’un-nas bagian “Min Aina Nabda’”, beliau menulis, “Kekuatan jiwa untuk membangun umat: keinginan kuat, komitmen, pengorbanan, pemahaman….” Seperti itulah saya belajar di madrasah Al-Banna sejak kecil. Dan dengan izin Allah, saya menjadi ahli ibadah, lalu saya bisa tsabat walaupun ditangkap dan dipenjara. Saya bertahan.
Kata-kata Imam Al-Banna jangan dibaca, tapi dipelajari. Karena dalam risalah-risalahnya, beliau menjelaskan pemahaman (al-fahmu) dan pandangan (at-tashawur). Beliau berbicara tentang rukun bai’at yang penting. Walaupun itu bernuansa personal, tapi ada sifat jama’ah, sebab jama’ah ada karena ada pribadi-pribadi. Ini saya sampaikan agar kalian, para murabbi, memahami tugas yang harus kalian laksanakan.
Jamaah mengumpulkan orang-orang yang beribadah kepada Allah dan yang memiliki alkhlak. Jama’ah mengantarkan mereka kepada surga. Kita harus bangga bergabung dalam jama’ah ini, yang mengantarkan kita kepada keridhaan Allah dan kemenangan yang lain yang kita sukai.
Tarbiyah Agenda Prioritas
Alhamdulillah, ketika kami keluar dari penjara, yang kami jadikan agenda prioritas (aulawiyat) adalah tarbiyah. Karena tarbiyahlah yang mampu membangun kesadaran tukang sihir Fir’aun dari kekafiran menjadi beriman, lalu mau dan mampu melakukan pengorbanan untuk kebenaran. Itulah kesuksesan seorang murabbi: ketika dia dan madh’unya bisa berkomitmen terhadap dakwah dan jama’ah.
Karena itu, penting bagi kalian agar merasakan pentingnya tarbiyah. Sebab, sebuah jama’ah yang tidak menjadikan tarbiyah di depan matanya, bisa jadi akan berubah menjadi partai politik yang penuh intrik, dan berorientasi pada kekuasaan saja. Agar baik, ulama membuat ukuran jamaah yang lengkap, baik pemahaman dan harakahnya (penerapannya), yaitu nilai-nilai aqidah dan fikrah harus diperhatikan.
Dalam hal Al-Fahmu, kalian harus punya pemahaman atas empat hal ini: 1) Konsepsi tentang adalah (adil dan objektif), tidak melenceng atau condong pada sesuatu yang bathil; 2) Konsepsi tentang syumul tashawwur dan tidak juz’i; 3) Konsepsi tentang asas fikrah dan aqidah, serta dari mana titik tolaknya: apakah hasil pemikiran manusia atau wahyu rabbani; 4) Konsepsi tentang cara pandangan terhadap manusia dan alam semesta.
Sementara dalam hal keanggota jamaah, kalian harus melihat a’dha (anggota) secara keseluruhan. Bukan individu tertentu. Sejauh mana akhlak mereka? Apakah takwin akalnya beres? Dalam diskusi dan dialog, sejauh mana aplikasi dari apa yang mereka dakwahkan? Bisa jadi, ada qiyadah lalu kelakuannya tidak benar, maka ini bisa merusak citra dakwah. Bagaimana sikap jama’ah atau anggotanya terhadap orang lain, atau bagaimana pandangan orang lain terhadap mereka? Apakah mereka dikenal baik dan jujur? Ingatlah, Rasulullah saw. diberi gelar Al-Amin selama 40 tahun oleh masyarakat jahiliyah Quraisy sebelum Rasulullah menyampaikan kepada mereka bahwa beliau ditugaskan oleh Allah swt. sebagai nabi dan rasul. Maka, mustahil setelah diangkat menjadi nabi dan rasul tidak amin lagi. Kejujuran, konsistensi, dan hubungan baik dengan masyarakat, semua itu menegaskan kebaikan sebuah jamaah.
Kalian juga harus bisa menjawab apakah dakwah ini dakwah yang tsabit, tidak hanya terbatas di waktu tertentu saja? Apakah nilai-nilai dakwah kalian abadi, tidak mati seiring wafatnya kalian?
Apakah dalam dakwah kalian mengedepankan hujjah dan tidak memaksa? Apakah setelah menjelaskan lalu memberi kebebasan?
Itulah poin-poin penting. Seorang murabbi wajib mengecek apakah manhaj yang diikuti adalah manhaj yang baik, tidak mengikuti hawa nafsu, tapi mengikuti syariat? Juga harus dimastikan tidak ada kelemahan fatal pada dirinya dan diri mutarabbinya yang bisa merusak shaf atau jama’ah secara umum. Kalau ada, segera didiskusikan dengan pihak yang berwenang sehingga dapat segera diselesaikan.
Cek juga struktur tanzhim, apakah shafnya rabbani dan mengorbit di sekitar qiyadah secara solid dan tidak banyak debat dalam masalah cabang? Dengan begitu perpecahan dapat dihindari. Alhamdulillah, jama’ah kita masih terjaga. Sementara jamaah lain tidak mampu mengatasi masalaah ini, karena tidak memperhatikan apa yang telah saya sebutkan tadi.
Para murabbi harus punya visi yang jelas, di atas apa dan untuk apa ia mentarbiyah. Kalian sebagai murabbi harus yakin dengan kejelasan visi. Perhatikan ikatan ukhuwah. Karena, syariah tidak akan tegak tanpa ukhuwwah –karena itu, ikatan ukhuwah saya namakan rukun syariah dalam buku saya–. Masyarakat Islam yang tidak merealiasikan ukhuwaah tidak akan bisa menerapkan syariah dengan benar. Ukhuwah menenangkan hati dan mengkokohkan kedudukan. Abdullah bin Umar berkata, “Jika saya lakukan semua bentuk ibadah tanpa henti, tapi tidak mencintai saudara seiman, tak ada manfaat dari ibadah saya itu.”
Ibnu Taimiyah menyebut ukhuwah sebagai bagian dari akad dalam Islam. Bahkan, dalam hadits tujuh golongan yang dinaungi Allah di Padang Mahsyar salah satunya adalah “dua orang bersaudara karena Allah”.
Dan, usrah dibuat untuk merealisasikan rukun ukhuwah. Dimana di dalam usrah masing-masing ikhwah menjadi cermin bagi yang lain. Karena, sebaik-baik orang adalah ketika kalian melihatnya ia meningatkan kalian kepada Allah. Usrah bukan untuk mencapai ilmu. Karena, kalau kita baca buku di rumah berjam-jam, ilmu yang kita peroleh lebih banyak daripada yang kita dapat di tatsqif usrah. Imam Al-Banna menjelaskan tujuan jama’ah di dalam Risalah Muktamar Khamis.
إن غاية الإخوان تنحصر في تكوين جيل جديد من المؤمنين بتعاليم الإسلام الصحيح يعمل علي صبغ الأمة بالصبغة الإسلامية الكاملة في كل مظاهر حياتها: صبغة الله ومن أحسن من الله صبغة
Kita ingin mentarbiyah generasi rabbani dengan shibghah Allah, lalu dengan shibghah Allah itu mereka memberi pengaruh positif kepada masyarakat. Mengubah perilaku-perilaku rusak masyarakat dan membentuk mereka menjadi para penolong-penolong (anshar) dakwah. Ada orang yang di dalam pikirannya hanya politik praktis saja, tanpa memperhatikan ukhuwah. Tentu bukan untuk itu kita berdakwah. Sebab, dengan menerapkan ukhuwahlah, kita bisa melewati rintangan dan merealisasikan tujuan. Bagi kita, pemerintahan hanyalah sarana, hanya tujuan antara saja. Sebab, tamkin dari Allah tujuannya adalah untuk ibadah.
الَّذِينَ إِنْ مَكَّنَّاهُمْ فِي الأرْضِ أَقَامُوا الصَّلاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ وَأَمَرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَنَهَوْا عَنِ الْمُنْكَرِ وَلِلَّهِ عَاقِبَةُ الأمُورِ
“(Yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sholat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan”. (Al-Hajj: 41)
Saya selalu menegaskan bahwa betapa beratnya tugas murabbi itu. Tapi, akan ringan jika ikhlas. Seorang murabbi harus punya merasakan masuliyyah seolah-olah hanya dialah satu-satunya penanggung jawab tugas itu. Perasaan itu seperti yang Allah sebutkan di dalam surat Al-Kahfi.
فَلَعَلَّكَ بَاخِعٌ نَفْسَكَ عَلَى آثَارِهِمْ إِنْ لَمْ يُؤْمِنُوا بِهَذَا الْحَدِيثِ أَسَفًا
“Maka (apakah) barangkali kamu akan membunuh dirimu karena bersedih hati setelah mereka berpaling, Sekiranya mereka tidak beriman kepada keterangan ini (Al-Qur’an)”. (Al-Kahfi:6)
Murabbi harus selalu berpikir bagaimana mewujudkan apa-apa yang telah saya sebutkan di atas. Tapi ingatlah, Imam Banna pernah berkata, “Allah tidak akan menghisab hasil kerja kalian. Tapi, Dia menghisab usaha dan cara kalian beramal.”
Ketahuilah bahwa setelah semua usaha optimal, Allah lah yang tahu di mana Dia meletakkan risalah-Nya.”
شَرَعَ لَكُمْ مِنَ الدِّينِ مَا وَصَّى بِهِ نُوحًا وَالَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِ إِبْرَاهِيمَ وَمُوسَى وَعِيسَى أَنْ أَقِيمُوا الدِّينَ وَلا تَتَفَرَّقُوا فِيهِ كَبُرَ عَلَى الْمُشْرِكِينَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ اللَّهُ يَجْتَبِي إِلَيْهِ مَنْ يَشَاءُ وَيَهْدِي إِلَيْهِ مَنْ يُنِيبُ
Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa Yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya). (As-Syura:13
)
)
Iqamatuddin tidak melalui revolusi. Tapi, melalui pembentukan jil (generasi) Islami, lalu pembentukan opini umum. Kami tidak pernah menentang kekuasaan, tapi kami tidak menyetujui cara pencapaiannya yang tidak benar, sebab kita punya manhaj dan tarbiyah.
Evaluasi Kadar Keimanan Kader
Murabbi selalu berusaha mengokohkan iman yang ada di dalam jamaah. Seperti itulah yang dilakukan Abu Bakar. Ia selalu memeriksa pasukan dengan mengecek keimanan mereka. Sejauh mana ketaatan mereka kepada Allah. Karena, saat kalian dan musuh sama-sama maksiat, maka kemenangan bagi yang lebih kuat persenjataannya dan lebih banyak jumlahnya. Karena itu, Umar bin Khaththab berkata, “Yang paling aku takuti adalah dosa kalian daripada musuh kalian.” Begitu juga Abdullah bin Rawahah. Ia berkata, “Amal shalih lah yang akan mengalahkan musuh kalian.” Dengan mental seperti inilah mereka tsabat dan menang. Karena itu, hal ini harus menjadi perhatian setiap murabbi. Ikhlas adalah kata kunci mewujudkan keberhasilan. Kalau Allah sudah cinta, semua menjadi gampang.
Perhatikan juga kekuatan ikatan tanzhim (قوة الرباط التنظيمي) setelah kekuatan iman قوة الرباط الإيماني. Urutan ini penting. Kekuatan tanzhim asasnya bukan manjemen dan aturan, tetapi ukhuwah, tsiqah kepada qiyadah, dan tha’ah.
Murabbi harus merasa sebagai penjaga dakwah (حارس للدعوة), menghargai semua lawaih (aturan, AD/ART) jamaah. Istilah mursyid, naib, masul, qism dan lain-lain, itu hanyalah untuk pembagian kerja. Bukan kemuliaan. Semua orang sama bagaikan gerigi sisir. Bisa jadi ada orang yang kusut masai jika ia bersumpah dengan nama Allah, Allah swt. mengabulkan sumpahnya. Semua kita akan dihisab dan mendapat catatan amal masing-masing. Baik atau buruknya kubur kita, kita lah yang menyiapkannya.
Pesan Kepada Murabbi
Dewasa ini kita hidup di masyarakat materialisitis. Tentu ini tantangan yang tidak mudah untuk tetap menjaga orientasi dakwah kita. Dan itulah tugas murabbi. Mereka penjaga dakwah. Yang menjaga fikrah jama’ah ini agar tidak salah, keliru, dan menyimpang. Kalian para murabbi harus menjaga uslub dakwah dengan hikmah dan mauizah hasanah. Kalian menjaga jama’ah agar tidak lemah. Kalian mewarisi semangat “sampaikan dariku, walau satu ayat” yang diwasiatkan Rasulullah saw.
Jadi, tugas kalian, para murabbi, adalah mewariskan dakwah ini dengan segala tsabatnya kepada generasi sesudah kalian. Dan ingatlah, nasihat wajib bagi yang menasihati dan tidak wajib bagi yang dinasihati. Jangan sampai kalian merahasiakan nasihat yang kalian berikan kepada orang lain.
Titik tolak kita dalam tarbiyah adalah ibadah. Bukan budaya. Pemahaman terhadap la ilaha illallah hadharah kita adalah hadharah hari akhir. Hadharah kita adalah ketika kalian bertemu dengan Tuhan kalian. Semua gerakan kita harus untuk beribadah kepada Allah. Harus kalian bedakan antara tajammu’ (kerumunan) dan jama’ah (perkumpulan). Jama’ah adalah salah satu tsawabit kita. Kita tidak bisa mentarbiyah dengan baik tanpa usrah. Ini adalah tsawabit. kelemahan naqib tidak membuat kita melemahkan jama’ah. Kita harus kuatkan naqib.
Tarbiyah imaniyah adalah wahana dimana kita mentarbiyah kita. Ada banyak tarbiyah, model, kegiatan: ada siyasiyyah, ijtimaiyah, istishadiyah. Tapi, yang utama adalah tarbiyah imaniyah. Inilah titik tolak kita.
Rasulullah saw. bersabda, atas diri kalian, isteri kalian punya hak, jasad kalian punya hak. Masing-masing punya hak. Hendaknya kalian memenuhi hak-hak tersebut secara proposional. Tidak berlebihan dan tidak mengurangi. Harus tawazun. Tidak hanya fokus pada sisi tertentu saja. Bahkan, tidak boleh berkutat pada diri sendiri. Harus bergaul dengan orang lain. Itu tugas kalian: bergaul dengan masyarakat dengan akhlak mulia kalian. Jangan berkumpul hanya dengan sesama ikhwah saja. Saat pemilu di Mesir, semua kader mengetuk pintu rumah masyarakat. Sehingga disebut “tahun ketuk pintu”.
Berdakwah juga bukan hanya kepada sesama muslim, bahkan ashalah dakwah adalah kepada non-muslimin. Rasulullah saw. pun bergaul dengan orang-orang musyrik. Ikhwah punya program kursus bahasa Arab untuk orang asing non-muslim. Kita berdakwah kepada non-muslim agar syubuhat tentang Islam dapat kita hilangkan. Kami katakan kepada mereka, “Dengarlah dari kami, jangan dengar tentang kami (dari orang lain).” Itulah keterbukaan yang kami lakukan kepada semua komponen masyarakat. Hasilnya, Rafiq Habid, seorang Kristen Koptik membela dan membantu ikhwah di Mesir. Karena jasanya, ia kini diangkat jadi Ketua Dua di Partai Kebebasan dan Keadilan yang kami dirikan.
Landasan kita dalam keterbukaan dan kebebasan adalah perkataan Imam Al-Banna, kam minnaa wa laisuu fiinaa wa kam fiinaa wa laisuu minna, berapa banyak orang bersama kita tapi mereka bukan bagian dari kita, dan berapa banyak orang bagian dari kita tapi mereka tidak bersama kita.
Saya katakan bahwa definisi tarbiyah adalah menyampaikan sesuatu menuju pada kesempurnaan, dan memindahkan generasi lama menuju generasi selanjutnya. Dengan demikian ada kesinambungan dalam tarbiyah.
Dan ingatlah, tarbiyah dengan kekuatan dan kekerasan tidak memberikan pengaruh. Kita melakukan dengan kelembutan. Seorang murabbi harus mampu menggerakkan akal dan jasadnya untuk dapat mengubah dirinya secara akhlaqi. Ingat, dalam tarbiyah kalian menyampaikan ajaran akhlaq dan adab.
Tapi, para murabbi juga harus menyampaikan tabiyah secara gamblang, bahwa ada tanggung jawab individual. Oleh karena itu sebagai murabbi, kalian harus dapat menumbuhkan tanggung jawab kepada setiap madh’u kalian dengan wasail wijdaniyah dan memberi arahan pelaksanaan kewajiban menuju kecintaan menunaikan kewajiban.
Yang terakhir, manfaatkan waktu semaksimal mungkin karena waktu merupakan kesempatan yang sangat berharga. Kami ingin seorang murabbi memiliki perasaan izzah bahwa ia sedang melaksanaan sunnah nabi. Itulah yang membedakan antara tabriyah menurut Ikhwanul Muslimin dan jamaah lainnya. Tarbiyah pada jamaah lainnya hanya mengedepankan tranformasi ilmu, sementara jamaah Ikhwanul Muslimin memperhatikan perbaikan individu, baik secara perilaku, akhlak, dan ruhi.
Jadi, point penting yang harus kalian garis bawahi adalah tarbiyah menurut jama’ah kita adalah membentuk orang, tidak hanya menjadi sosok yang shalih, namun juga menjadi sosok yang muslih.
Sumber :
http://www.al-ikhwan.net/takid-tarbawi-untuk-para-murabbi-4373/
Komentar
Posting Komentar