Misteri Syi'ir Tanpa Waton Gusdur
M I S T E R I
Oleh : A. Khoirul Anam
Kandungan Syi’ir Tanpa Waton itu memang khas dengan apa yang selama ini diperjuangkan Gus Dur. “Akeh kang apal Qur’an Haditse // Seneng ngafirke marang liyane // Kafire dewe dak digatekke// Yen isih kotor ati akale” (Banyak yang hapal dalil al-Qur’an dan Hadits // Mereka suka mengkafirkan yang lain // Sementara kekafiran mereka sendiri tak dihiraukan // Hati dan akal mereka masih kotor).
Bait-bait barusan itu yang paling diingat oleh Alissa Qothrunnada, putri tertua Gus Dur, dalam rangkaian Syi’ir Tanpo Waton. Selama hidupnya ayahnya memang seringkali berhadapan dengan kelompok muslim garis keras. Gus Dur seringkali dikafirkan. Dan ia tak pernah berhenti mengingatkan perlunya sikap saling menghormati dan menjaga hak-hak orang lain. Namun Lissa dan adik-adiknya belum pernah mendengar Syi’ir Tanpo Waton ini langsung dari Gus Dur.
Setelah terdengar kabar bahwa Syi’ir Tanpo Waton ini kemungkinan bukan dirilis oleh Gus Dur, beberapa orang menghubungi pihak keluarga di Ciganjur, Jakarta, untuk dipatenkan atas nama Gus Dur. Namun kata Lissa, keluarganya belum bisa memverifikasi apakah pelantun suara Syi’ir Tanpo Waton itu benar-benar Gus Dur.
Lissa mengaku baru mendapatkan Syi’ir Tanpo Waton itu setelah beredar di situs Youtube, yang diunggah dalam berbagai versi dan telah dikunjungi puluhan ribu orang. Setelah beredar di Youtube atas nama Gus Dur dan dirilis dengan dokumentasi-dokumentasi terkait Gus Dur, popularitas Syi’ir Tanpo Waton ini memang semakin meledak. Belum lagi, yang tersebar melalui transfer antar ponsel via bluetooth. Kini, shalawat Gus Dur ini telah terdengar dari Stasiun Pasar Senen dan pusat-pusat keramaian di Jakarta.
NU Online menghubungi Ngatawi al-Zastrouw. Dulu ia asisten Gus Dur dan sekarang telah menjadi artis shalawat dengan kelompok "Ki Ageng Ganjur"-nya. Ia mengaku tidak pernah mendapatkan Syi’ir Tanpo Waton itu dari Gus Dur. “Yang dulu sempat saya bikin cuma doa Abu Nawas dan Shalawat Badar, hasil rekaman Gus Dur bersama Franky Sahilatua. Tapi kalau Syi’ir Tanpo Waton ini masih khilaf,” katanya.
KH Muhammad Musthofa, orang yang sekian lama mengabdi kepada Gus Dur dan setia mendampinginya di Jakarta, terutama saat-saat Gus Dur membina para santrinya di Pesantren Ciganjur, juga mengaku tidak tahu menahu. Ketika ditanyakan perihal Syi’ir Tanpo Waton, ia malah balik bertanya, “Kapan Bapak punya koor shalawat,” katanya.
Sama seperti Lissa, kata Musthofa, ada bagian dari lantunan Syi’ir Tanpo Wathon itu yang mirip dengan Gus Dur. Namun di bagian lainnya tidak. “Suara rendahnya mirip Bapak, tapi suara tingginya kalau saya dengarkan itu bukan Bapak,” katanya.
Saat mengaji di hadapan para santrinya di Pesantren Ciganjur, Gus Dur memang banyak bercerita tentang sya’ir-sya’ir yang populer. Maftuhan, Santri senior yang dulu memimpin pembacaan kitab kuning dalam forum pengajian di masjid al-Munawwarah Ciganjur bercerita, kepada para santrinya Gus Dur mengenalkan sya’ir Abu Nawas, Shalawat Badar, bakan sampai sya’ir-syair Arab Jahiliyah pra-Islam. Namun Syir’ir Tanpo Wathon ini belum pernah dikenalkan Gus Dur.
“Dari sisi keikhlasan suaranya, terutama pada bait-bait awal, pelantun Syi’ir Tanpo Waton itu seperti Gus Dur. Tapi dari kandungan isinya, sepertinya ini ditulis oleh orang-orang tarekat. Ada beberapa bagian yang menunjukkan hal ini. Beberapa kalimat di dalamnya juga tidak biasa disebut oleh Gus Dur. Seperti kata ‘riyadhoh’ (tirakat), selama kami nyantri Gus Dur tidak pernah menyebut kata ini,” kata Maftuhan saat berada di ‘Pojok Gus Dur’, ruangan Gus Dur di kantor PBNU yang sekarang menjadi perpustakaan dan forum pecinta Gus Dur (Gusdurian).
Baiklah, Syi’ir Tanpo Waton ini masih dalam tanda tanya. Namun dapat dipastikan ia populer karena masyarakat meyakini bahwa ia dibuat dan dilantunkan oleh Gus Dur, meski putrinya sendiri tak bersedia menerima sikap yang berlebihan. “Mungkin bukan hanya karena Gus Dur, tapi karena isinya memang bagus. Sya’ir dari Gus Dur pun kalau isinya tidak bagus yang tidak diminati orang,” kata Lissa.
Pihak keluarga Gus Dur kata Lissa, menyarankan agar Syi’ir Tanpo Waton itu tidak buru-buru dialamatkan kepada Gus Dur. Sementara keluarga sedang ber-tabayyun kepada beberapa orang, termasuk KH Muhammad Nizam As-Sofa (Gus Nizam), pemangku Pondok Pesantren Ahlus Shofa wal Wafa, Wonoayu, Sidoarjo, yang disebut-sebut sebagai pelantun sya’ir fenomenal itu. “Kita ingatkan dimana-mana, kita pakai Syi’ir Tanpo Waton aja. Tidak usah menyebut Gus Dur. Toh isinya bagus,”kata Lissa.
Bait-bait barusan itu yang paling diingat oleh Alissa Qothrunnada, putri tertua Gus Dur, dalam rangkaian Syi’ir Tanpo Waton. Selama hidupnya ayahnya memang seringkali berhadapan dengan kelompok muslim garis keras. Gus Dur seringkali dikafirkan. Dan ia tak pernah berhenti mengingatkan perlunya sikap saling menghormati dan menjaga hak-hak orang lain. Namun Lissa dan adik-adiknya belum pernah mendengar Syi’ir Tanpo Waton ini langsung dari Gus Dur.
Setelah terdengar kabar bahwa Syi’ir Tanpo Waton ini kemungkinan bukan dirilis oleh Gus Dur, beberapa orang menghubungi pihak keluarga di Ciganjur, Jakarta, untuk dipatenkan atas nama Gus Dur. Namun kata Lissa, keluarganya belum bisa memverifikasi apakah pelantun suara Syi’ir Tanpo Waton itu benar-benar Gus Dur.
Lissa mengaku baru mendapatkan Syi’ir Tanpo Waton itu setelah beredar di situs Youtube, yang diunggah dalam berbagai versi dan telah dikunjungi puluhan ribu orang. Setelah beredar di Youtube atas nama Gus Dur dan dirilis dengan dokumentasi-dokumentasi terkait Gus Dur, popularitas Syi’ir Tanpo Waton ini memang semakin meledak. Belum lagi, yang tersebar melalui transfer antar ponsel via bluetooth. Kini, shalawat Gus Dur ini telah terdengar dari Stasiun Pasar Senen dan pusat-pusat keramaian di Jakarta.
NU Online menghubungi Ngatawi al-Zastrouw. Dulu ia asisten Gus Dur dan sekarang telah menjadi artis shalawat dengan kelompok "Ki Ageng Ganjur"-nya. Ia mengaku tidak pernah mendapatkan Syi’ir Tanpo Waton itu dari Gus Dur. “Yang dulu sempat saya bikin cuma doa Abu Nawas dan Shalawat Badar, hasil rekaman Gus Dur bersama Franky Sahilatua. Tapi kalau Syi’ir Tanpo Waton ini masih khilaf,” katanya.
KH Muhammad Musthofa, orang yang sekian lama mengabdi kepada Gus Dur dan setia mendampinginya di Jakarta, terutama saat-saat Gus Dur membina para santrinya di Pesantren Ciganjur, juga mengaku tidak tahu menahu. Ketika ditanyakan perihal Syi’ir Tanpo Waton, ia malah balik bertanya, “Kapan Bapak punya koor shalawat,” katanya.
Sama seperti Lissa, kata Musthofa, ada bagian dari lantunan Syi’ir Tanpo Wathon itu yang mirip dengan Gus Dur. Namun di bagian lainnya tidak. “Suara rendahnya mirip Bapak, tapi suara tingginya kalau saya dengarkan itu bukan Bapak,” katanya.
Saat mengaji di hadapan para santrinya di Pesantren Ciganjur, Gus Dur memang banyak bercerita tentang sya’ir-sya’ir yang populer. Maftuhan, Santri senior yang dulu memimpin pembacaan kitab kuning dalam forum pengajian di masjid al-Munawwarah Ciganjur bercerita, kepada para santrinya Gus Dur mengenalkan sya’ir Abu Nawas, Shalawat Badar, bakan sampai sya’ir-syair Arab Jahiliyah pra-Islam. Namun Syir’ir Tanpo Wathon ini belum pernah dikenalkan Gus Dur.
“Dari sisi keikhlasan suaranya, terutama pada bait-bait awal, pelantun Syi’ir Tanpo Waton itu seperti Gus Dur. Tapi dari kandungan isinya, sepertinya ini ditulis oleh orang-orang tarekat. Ada beberapa bagian yang menunjukkan hal ini. Beberapa kalimat di dalamnya juga tidak biasa disebut oleh Gus Dur. Seperti kata ‘riyadhoh’ (tirakat), selama kami nyantri Gus Dur tidak pernah menyebut kata ini,” kata Maftuhan saat berada di ‘Pojok Gus Dur’, ruangan Gus Dur di kantor PBNU yang sekarang menjadi perpustakaan dan forum pecinta Gus Dur (Gusdurian).
Baiklah, Syi’ir Tanpo Waton ini masih dalam tanda tanya. Namun dapat dipastikan ia populer karena masyarakat meyakini bahwa ia dibuat dan dilantunkan oleh Gus Dur, meski putrinya sendiri tak bersedia menerima sikap yang berlebihan. “Mungkin bukan hanya karena Gus Dur, tapi karena isinya memang bagus. Sya’ir dari Gus Dur pun kalau isinya tidak bagus yang tidak diminati orang,” kata Lissa.
Pihak keluarga Gus Dur kata Lissa, menyarankan agar Syi’ir Tanpo Waton itu tidak buru-buru dialamatkan kepada Gus Dur. Sementara keluarga sedang ber-tabayyun kepada beberapa orang, termasuk KH Muhammad Nizam As-Sofa (Gus Nizam), pemangku Pondok Pesantren Ahlus Shofa wal Wafa, Wonoayu, Sidoarjo, yang disebut-sebut sebagai pelantun sya’ir fenomenal itu. “Kita ingatkan dimana-mana, kita pakai Syi’ir Tanpo Waton aja. Tidak usah menyebut Gus Dur. Toh isinya bagus,”kata Lissa.
Penulis: A. Khoirul Anam
Sumber :
http://www.nu.or.id/
Komentar
Posting Komentar