Siroh Nabawiyah : Perang Hunain
Perang Hunain
Ketika pembukaan kota suci Mekah Al-Mukarramah, setelah Nabi Muhammad SAW dan muslimin menguasai penuh kota tersebut, yaitu sekitar 15 hari kemudian (awal Syawal), baginda menyusun pasukan dengan jumlah 12.000 tentara. Rasulullah SAW memimpin sendiri pasukan tentera untuk mendepani kabilah Hawazin dan Tsaqif, yang memberontak kepada baginda.
Jumlah pasukan muslimin sedemikian besar karena setelah penduduk Mekah menyatakan menerima Islam, bergabunglah kaum pemuda Mekah yang baru memeluk Islam ke dalam tentara muslimin. Bahkan jumlah besar pasukan ini sempat menimbulkan kebanggaan di kalangan muslimin sehingga mereka sempat melalaikan peranan dan pertolongan Allah swt, dan menganggap remeh musuh yang bakal mereka hadapi.
Keadaan mereka inilah yang disinggung di dalam Al-Quran Surat At-Taubah Ayat 25, sebagai berikut: “Allah telah menolong kalian dalam banyak medan pertempuran, dan dalam perang Hunain, ketika kalian merasa bangga dengan jumah kalian yang besar, tetapi hal itu tidak berguna apa pun bagi kalian. Dan bumi pun menjadi sempit bagi kalian, padahal ia luas, kemudian kalian melarikan diri dari medan perang.”
Secara singkat peristiwa perang Hunain itu, sebagaimana disebutkan dalam berbagai kitab sejarah, terjadi dalam dua tahap. Pada tahap pertama, tentara muslimin menghadapi kekalahan karena tipu daya dan taktik perang yang digunakan oleh musuh. Sementara sebagaimana disinggung oleh Ayat tersebut di atas, pasukan muslimin kurang waspada karena mereka merasa bangga dan hanya menyandarkan kekuatan serta jumlah pasukan yang besar.
Pada tahap pertama, pasukan muslimin dari Bani Sulaim di bawah pimpinan Khalid bin Walid, yang pertama kali masuk ke daerah lawan, terjebak dalam serangan mendadak oleh musuh yang bersembunyi di atas bukit yang kemudian melempari pasukan muslimin dengan batu, anak panah dan tombak. Akibat serangan mendadak ini jatuh korban jiwa dan luka dari pasukan muslimin, sehingga mereka kelam kabut lalu melarikan diri.
Adalah diriwayatkan ramai sahabat yang melarikan diri kerana takut dan sebagainya, hingga hanya tinggal beberapa orang yaitu Saidina Ali, Abbas bin Abdulmuttalib, Saidina Abbas, Aqueel (saudara kandung Saidina Ali), Abdullah Ibn Zubair, Zubair Ibn Awam, Usman Ibn Zaid dan Abu Sufian Ibnul Harris. Menurut hadis yang diriwayatkan oleh Abu Qatadah, dalam Sahih Bukhari, Bab 17, halaman 50 hatta sahabat-sahabat utama pun meninggalkan medan perang termasuklah Umar.
Melihat kekacauan pasukan muslimin tersebut Rasulullah SAW memerintahkan Abbas bin Abdulmuttalib untuk menyeru mereka agar mereka yang melarikan diri itu kembali kepada beliau. Mendengar teriakan Saidina Abbas tersebut, kembali tumbuh semangat di hati mereka, lalu mereka pun kembali ke pada Nabi. Dengan demikian Rasul pun dapat menyusun lagi kekuatan,lalu menyerang posisi musuh.
Serangan balasan pasukan muslimin ini berhasil menimpakan korban dan kerugian cukup besar di pihak lawan sehingga memaksa mereka lari meninggalkan posisi mereka. Mereka juga meninggalkan banyak bekal dan peralatan perang, juga wanita dan anak-anak mereka yang tadinya sengaja disertakan bersama mereka untuk membangkitkan semangat tempur.
Diketahui kemudian bahwa meletakkan anak isteri di belakang pasukan yang bertempur, merupakan taktik kabilah Hawazin, dan kabilah Arab lain, untuk membangkitkan semangat tempur dan mencegah mereka melarikan diri dari medan perang. Akibatnya, ketika pada akhirnya mereka lari meninggalkan medan perang, maka kaum wanita dan anak-anak ini tertinggal sehingga menjadi tawanan. Pada perang kali ini pun, secara keseluruhan, pasukan muslimin menawan sebanyak enam ribu orang dari pihak musuh, selain rampasan perang lain berupa hewan ternak dan peralatan perang, serta emas perak sebanyak lebih dari 3300 kilogram.
Sedangkan dari pasukan muslimin, banyak yang syahid dan sejumlah lainnya cedera. Setelah kabilah Hawazin mengalami kekalahan, Rasul pun mempersiapkan pasukannya untuk memerangi kabilah Tsaqif, yang bersama-sama kabilah Hawazin memerangi muslimin. Kabilah Tsaqif, setelah mengalami kekalahan, maka kabilah Tsaqif yang membantu Hawazin pun lari menuju ke kampung halaman mereka di Thaif. Mereka bersembunyi di balik benteng-benteng mereka yang terkenal kukuh dengan dinding-dinding yang tinggi. Bersembunyi di balik benteng-bentengnya ini, mereka melempari dengan batu dan memanahi pasukan muslimin, sehingga tidak dapat menghampiri ke arah mereka.
Kemudian Saidina Salman Al-Farisi, mengusulkan teknologi tinggi Iran (Parsi) agar membuat “manjaniq”, meriam kuno untuk melemparkan batu berukuran besar ke jarak yang jauh. Disebutkan dalam sejarah bahwa Salman sendirilah, dibantu oleh yang lain, yang membuat manjaniq ini, dan mengajarkan kepada muslimin cara-cara penggunaannya. Akan tetapi hal itu pun tidak mendatangkan banyak kemajuan bagi pasukan muslimin, karena kabilah Tsaqif masih tetap bertahan di dalam benteng dan di balik pintu-pintu gerbang.
Pasukan muslimin tetap hanya dapat mengepung tanpa hasil apa pun, dan hal itu berlangsung selama berhari-hari. Berbagai-bagai taktik telah dilakukan oleh Rasulullah SAW untuk membuat kabilah Tsaqif menyerah. Di antara taktik baginda itu ialah mengeluarkan pengumuman, barang siapa yang menyerahkan diri kepada baginda, maka orang itu akan dibebaskan dan tidak akan ditawan.
Penyataan Rasul yang demikian ini berpengaruh pada sebagian pasukan kabilah Tsaqif, yang keluar dari benteng dan menyerahkan diri kepada Rasulullah.
Menerusi mereka yang baru menyerah inilah Rasul mendapat maklumat tentang keadaan di dalam benteng. Mereka mengatakan bahwa pihak musuh memiliki bekal yang sangat banyak sehingga akan mampu bertahan meskipun dikepung selama satu tahun. Untuk itulah, dan atas dasar berbagai pertimbangan, Rasul memerintahkan agar pasukannya meninggalkan medan perang.
Beberapa alasan Rasul meninggalkan medan perang tersebut ialah:
Beberapa alasan Rasul meninggalkan medan perang tersebut ialah:
- Tidak ada kemajuan yang diperoleh karena kabilah Tsaqif dan beberapa suku Arab lain yang membantunya, hanya bersembunyi di balik benteng.
- Pasukan muslimin sudah lelah karena perang sebelumnya menghadapi kabilah Hawazin.
- Bulan Syawal sudah habis dan masuk bulan Zulkaedah yang merupakan awal bulan suci (asyhurul hurum) yang dilarang berperang di dalamnya.
- Musim haji juga sudah dekat. Dan sejak penaklukan kota Mekah, maka pengelolaan pelaksanaan ibadah haji berada di tangan muslimin.
Akan tetapi Rasul tetap melancarkan dakwah Islam kepada kabilah Tsaqif dan semua suku Arab yang masih belum masuk Islam, sampai akhirnya mereka semua bersedia menerima agama Islam atau menyatakan tunduk kepada pemerintahan Islam.
Komentar
Posting Komentar