Sisi Lain Deklarasi Jokowi-JK Vs Prabowo-Hatta | Oleh Ahmad Imam Mawardi
Pasangan capres cawapres, Joko Widodo-Jusuf Kalla dan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa - (Foto: inilahcom)
Jakarta - Hari Senin (19/5/2014) kemarin
menjadi hari penjelas dari sekumpulan tafsir politik yang menumpuk dan
beragam tentang koalisi dan pasangan capres-cawapres RI periode
2014-2019.
Berita politik sebelumnya menjadi teka-teki yang membosankan bagi sebagian pihak ketika harus menunggu lama kejelasan informasi yang sepotong-potong tentang figur yang akan tampil sebagai cawapres atau inisial yang seringkali berubah dari hari ke hari.
Bagi beberapa pihak yang lain hal ini menjadi hiburan tersendiri karena setiap hari disuguhi analisa-analisa yang kerap kali mengungkap sesuatu yang sebelumnya tidak pernah terungkap. Rakyat semakin banyak tahu siapa calon yang akan berlaga, mulai dari latar belakang keluarganya, latar belakang pendidikannya dan prestasi-prestasi nyata yang sesungguhnya telah digapai. Saat ini, teka-teki itu sudah berakhir. Joko Widodo-Jusuf Kalla dan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa adalah dua pasang yang leading head-to-head untuk pilpres yang akan datang.
Deklarasi sudah selesai dan para pengamat di berbagai media berhak menganalisa dari perspektifnya masing-masing. Panggung deklarasi yang dipenuhi warna merah putih dibaca sebagai simbol bahwa kedua pasangan ini sama-sama berjiwa nasionalis. Baju para calon yang sama-sama putih ada yang membacanya sebagai keinginan untuk tulus membangun bangsa Indonesia ini. Lokasi deklarasi yang sama-sama berbau Soekarno pun ditafsirkan sebagai kehendak untuk mewarisi semangat sang proklamator.
Yang berbeda dari warna deklarasi kemaren adalah bahwa pasangan Jokowi-Jusuf Kalla sama-sama tidak memakai kopiah nasional, sementara pasangan Prabowo-Hatta sama-sama memakai kopiah nasional. Masyarakat tradisonal, yang rata-rata sangat fanatik dengan simbol, banyak yang menghubungkannya dengan kebiasaan foto Soekarno-Hatta yang selalu bekopiah nasional.
Tafsir simbol ini dikuatkan dengan beberapa spanduk yang diangkat simpatisan di belakang panggung yang bertuliskan “Atas nama Bangsa Indonesia: Prabowo-Hatta,” yang namanya mirip dengan “Soekarno-Hatta” dalam tanda tangan teks proklamasi.
Yang berbeda dari kedua pasangan ini pada acara-acara dalam deklarasinya adalah kesempatan untuk menyampaikan kepada semua anak bangsa tentang visi misi calon dan pandangan tokoh, terutama tokoh politik pendukung koalisi. Pada deklarasi Jokowi-Jusuf Kalla, sambutan capres dan cawapres sangat singkat berisikan kesiapan untuk maju dalam pilpres, ucapan terimakasih dan mohon dukungan.
Sementara itu pada deklarasi Prabowo-Hatta, kesempatan ini digunakan oleh capres dan cawapres untuk menegaskan apa yang akan dilakukan jika terpilih nanti disamping ucapan terima kasih dan mohon dukungan. Lebih dari itu, sambutan dari semua partai pendukung semakin menegaskan kekompakan untuk mewujudkan misi-visi yang diungkapkan Prabowo-Hatta.
Jangan dulu menganggap tulisan ini bias. Sampai kapanpun masih ditunggu visi-misi dari Jokowi-Jusuf Kalla untuk menjadi berita penyeimbang, dengan asumsi bahwa tidak disampaikannya visi-misi dalam deklarasi itu hanyalah karena waktu yang kurang memungkinkan, misalnya. Visi-misi menjadi sesuatu yang sangat penting untuk dijelaskan, terutama bagi masyarakat kelas menengah, untuk menghapus kesan bahwa pencalonannya adalah semata-mata mengikuti arus yang didasarkan pada pencitraan.
Dalam hubungannya dengan simbol keagamaan, ada beberapa catatan yang banyak diunggah dalam media sosial nasional.
Pertama adalah bahwa semua partai Islam, selain PKB, resmi mendukung pasangan Prabowo-Hatta. Dalam koalisi ini ada Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Bulan Bintang (PBB).
Karena itu tidaklah mengagetkan kalau deklarasi pasangan ini disemarakkan oleh beberapa kali teriakan takbir “Allahu Akbar” yang banyak mengingatkan pada teriakan Bung Tomo ketika melawan penjajah di “Soerabaja tempo doeloe.”
Tidak bisa dikatakan bahwa dalam deklarasi Jokowi-Jusuf Kalla tidak ada simbol agama, karena di sana ada doa yang dilantunkan oleh tokoh Islam juga. Lebih dari itu, ketika hadirin berdiri untuk menyanyikan lagu Indonesia Raya, acara dihentikan sejenak untuk mendengarkan kumandang adzan dhuhur. Religiusitas memang harus ada, karena tanpanya semua akan terasa hampa dan akhirnya berujung derita.
Religiusitas dalam deklarasi Prabowo-Hatta tidak berkaitan dengan adzan, tetapi pada sisi dimulainya acara dengan pembacaan ayat-ayat suci al-Qur’an; sesuatu yang sangat menyentuh dan mengena terutama bagi kaum santri di seluruh pelosok nusantara yang jumlahnya jutaan itu. Pilihan ayatnya pun menyentuh dan tepat sebagai renungan bersama terutama bagi semua calon presiden dan calon wakil presiden.
Ayat yang dibaca pertama kali adalah QS 3: 26:”Katakanlah (Muhammad): Wahai Tuhan Pemilik kekuasaan, Engkau berikan kekuasaan kepada siapa pun yang Engkau kehendaki, dan Engkau cabut kekuasaan dari siapa pun yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapa pun yang Engkau kehendaki, dan Engkau hinakan siapa pun yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sungguh Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
Kalau ayat ini diresapi maknanya dan dijiwai oleh setiap kompetitor, maka tertutuplah pintu black campaign dan terbukalah pintu muhasabah (introspeksi diri) serta mujahadah (upaya maksimal dalam kebaikan), sebagai upaya merayu Tuhan memberikan yang terbaik. Tuhan, Allah, adalah yang paling berkuasa menentukan orang terpilih, Dia tidak akan pernah tertipu oleh topeng dan kepalsuan diri. Orang-orang yang baik dan beragama sudah pasti tidak mau berpihak pada mereka yang jelas-jelas suka menipu Tuhan, menipu masyarakat, dan tentunya, menipu dirinya sendiri.
Ayat berikutnya yang dibaca adalah QS 3: 103 yang sebagian terjemahannya adalah: “Dan berpegang teguhlah kalian semua pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dulu bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karuniaNya kamu menjadi saudara,…”
Ayat ini dikenal sebagai ayat persatuan yang menekankan perlunya bersatu dan tidak bagusnya bercerai berai. Prabowo Subianto dalam sambutan deklasinya menyatakan bahwa Indonesia ini luas seluas Eropa dan bahkan setara dengan 37 negara Eropa.
Pernyataan itu benar dan sangat dibutuhkan kesadaran bahwa Indonesia ini luas, besar dan beraneka ragam yang tidak mungkin dibangun hanya oleh satu partai atau dua partai saja, melainkan harus dibangun secara bersama-sama seluruh partai. Semakin bersatu suatu bangsa, semakin kuat dan jaya negaranya, semakin makmur sejahtera anak bangsanya. Viva Indonesia, jayalah masa depan. [mdr]
Sumber :
http://nasional.inilah.com/read/detail/2102161/sisi-lain-deklarasi-dua-capres-cawapres#.U3r2_UBRzEg
Berita politik sebelumnya menjadi teka-teki yang membosankan bagi sebagian pihak ketika harus menunggu lama kejelasan informasi yang sepotong-potong tentang figur yang akan tampil sebagai cawapres atau inisial yang seringkali berubah dari hari ke hari.
Bagi beberapa pihak yang lain hal ini menjadi hiburan tersendiri karena setiap hari disuguhi analisa-analisa yang kerap kali mengungkap sesuatu yang sebelumnya tidak pernah terungkap. Rakyat semakin banyak tahu siapa calon yang akan berlaga, mulai dari latar belakang keluarganya, latar belakang pendidikannya dan prestasi-prestasi nyata yang sesungguhnya telah digapai. Saat ini, teka-teki itu sudah berakhir. Joko Widodo-Jusuf Kalla dan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa adalah dua pasang yang leading head-to-head untuk pilpres yang akan datang.
Deklarasi sudah selesai dan para pengamat di berbagai media berhak menganalisa dari perspektifnya masing-masing. Panggung deklarasi yang dipenuhi warna merah putih dibaca sebagai simbol bahwa kedua pasangan ini sama-sama berjiwa nasionalis. Baju para calon yang sama-sama putih ada yang membacanya sebagai keinginan untuk tulus membangun bangsa Indonesia ini. Lokasi deklarasi yang sama-sama berbau Soekarno pun ditafsirkan sebagai kehendak untuk mewarisi semangat sang proklamator.
Yang berbeda dari warna deklarasi kemaren adalah bahwa pasangan Jokowi-Jusuf Kalla sama-sama tidak memakai kopiah nasional, sementara pasangan Prabowo-Hatta sama-sama memakai kopiah nasional. Masyarakat tradisonal, yang rata-rata sangat fanatik dengan simbol, banyak yang menghubungkannya dengan kebiasaan foto Soekarno-Hatta yang selalu bekopiah nasional.
Tafsir simbol ini dikuatkan dengan beberapa spanduk yang diangkat simpatisan di belakang panggung yang bertuliskan “Atas nama Bangsa Indonesia: Prabowo-Hatta,” yang namanya mirip dengan “Soekarno-Hatta” dalam tanda tangan teks proklamasi.
Yang berbeda dari kedua pasangan ini pada acara-acara dalam deklarasinya adalah kesempatan untuk menyampaikan kepada semua anak bangsa tentang visi misi calon dan pandangan tokoh, terutama tokoh politik pendukung koalisi. Pada deklarasi Jokowi-Jusuf Kalla, sambutan capres dan cawapres sangat singkat berisikan kesiapan untuk maju dalam pilpres, ucapan terimakasih dan mohon dukungan.
Sementara itu pada deklarasi Prabowo-Hatta, kesempatan ini digunakan oleh capres dan cawapres untuk menegaskan apa yang akan dilakukan jika terpilih nanti disamping ucapan terima kasih dan mohon dukungan. Lebih dari itu, sambutan dari semua partai pendukung semakin menegaskan kekompakan untuk mewujudkan misi-visi yang diungkapkan Prabowo-Hatta.
Jangan dulu menganggap tulisan ini bias. Sampai kapanpun masih ditunggu visi-misi dari Jokowi-Jusuf Kalla untuk menjadi berita penyeimbang, dengan asumsi bahwa tidak disampaikannya visi-misi dalam deklarasi itu hanyalah karena waktu yang kurang memungkinkan, misalnya. Visi-misi menjadi sesuatu yang sangat penting untuk dijelaskan, terutama bagi masyarakat kelas menengah, untuk menghapus kesan bahwa pencalonannya adalah semata-mata mengikuti arus yang didasarkan pada pencitraan.
Dalam hubungannya dengan simbol keagamaan, ada beberapa catatan yang banyak diunggah dalam media sosial nasional.
Pertama adalah bahwa semua partai Islam, selain PKB, resmi mendukung pasangan Prabowo-Hatta. Dalam koalisi ini ada Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Bulan Bintang (PBB).
Karena itu tidaklah mengagetkan kalau deklarasi pasangan ini disemarakkan oleh beberapa kali teriakan takbir “Allahu Akbar” yang banyak mengingatkan pada teriakan Bung Tomo ketika melawan penjajah di “Soerabaja tempo doeloe.”
Tidak bisa dikatakan bahwa dalam deklarasi Jokowi-Jusuf Kalla tidak ada simbol agama, karena di sana ada doa yang dilantunkan oleh tokoh Islam juga. Lebih dari itu, ketika hadirin berdiri untuk menyanyikan lagu Indonesia Raya, acara dihentikan sejenak untuk mendengarkan kumandang adzan dhuhur. Religiusitas memang harus ada, karena tanpanya semua akan terasa hampa dan akhirnya berujung derita.
Religiusitas dalam deklarasi Prabowo-Hatta tidak berkaitan dengan adzan, tetapi pada sisi dimulainya acara dengan pembacaan ayat-ayat suci al-Qur’an; sesuatu yang sangat menyentuh dan mengena terutama bagi kaum santri di seluruh pelosok nusantara yang jumlahnya jutaan itu. Pilihan ayatnya pun menyentuh dan tepat sebagai renungan bersama terutama bagi semua calon presiden dan calon wakil presiden.
Ayat yang dibaca pertama kali adalah QS 3: 26:”Katakanlah (Muhammad): Wahai Tuhan Pemilik kekuasaan, Engkau berikan kekuasaan kepada siapa pun yang Engkau kehendaki, dan Engkau cabut kekuasaan dari siapa pun yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapa pun yang Engkau kehendaki, dan Engkau hinakan siapa pun yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sungguh Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
Kalau ayat ini diresapi maknanya dan dijiwai oleh setiap kompetitor, maka tertutuplah pintu black campaign dan terbukalah pintu muhasabah (introspeksi diri) serta mujahadah (upaya maksimal dalam kebaikan), sebagai upaya merayu Tuhan memberikan yang terbaik. Tuhan, Allah, adalah yang paling berkuasa menentukan orang terpilih, Dia tidak akan pernah tertipu oleh topeng dan kepalsuan diri. Orang-orang yang baik dan beragama sudah pasti tidak mau berpihak pada mereka yang jelas-jelas suka menipu Tuhan, menipu masyarakat, dan tentunya, menipu dirinya sendiri.
Ayat berikutnya yang dibaca adalah QS 3: 103 yang sebagian terjemahannya adalah: “Dan berpegang teguhlah kalian semua pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dulu bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan karuniaNya kamu menjadi saudara,…”
Ayat ini dikenal sebagai ayat persatuan yang menekankan perlunya bersatu dan tidak bagusnya bercerai berai. Prabowo Subianto dalam sambutan deklasinya menyatakan bahwa Indonesia ini luas seluas Eropa dan bahkan setara dengan 37 negara Eropa.
Pernyataan itu benar dan sangat dibutuhkan kesadaran bahwa Indonesia ini luas, besar dan beraneka ragam yang tidak mungkin dibangun hanya oleh satu partai atau dua partai saja, melainkan harus dibangun secara bersama-sama seluruh partai. Semakin bersatu suatu bangsa, semakin kuat dan jaya negaranya, semakin makmur sejahtera anak bangsanya. Viva Indonesia, jayalah masa depan. [mdr]
Sumber :
http://nasional.inilah.com/read/detail/2102161/sisi-lain-deklarasi-dua-capres-cawapres#.U3r2_UBRzEg
Komentar
Posting Komentar